PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah berakhirnya era rezim Soeharto,
Indonesia memberikan suatu ruang demokrasi yang sesungguhnya. Hal ini dapat
dilihat dalam pemilihan presiden yang memberikan hak bagi setiap masyarakat
Indonesia untuk memilih pemimpin sesuai dengan hati nuraninya. Setiap
masyarakat mempunyai wewenangan dalam memutuskan dan memilih pemimpin untuk
masa depan untuk negara.
Dalam keseharian sering terdengar dengan kaum
difabel. Kurangnya tanggapan pemerintah terhadap kaum difabel menjadikan mereka seperti masyarakat yang tidak
mempunyai bagian lebih di pemerintahan. Selama ini masyarakat memandang
kalangan difabel dengan berbagai stigma negatif. Keterbatasan yang dimiliki
kaum difabel dipandang dengan berlebihan. Kaum difabel dipandang sebagai orang
sakit, tidak berdaya dan harus ditolong. Masyarakat sering kali memperlakukan
penyandang cacat dengan bantuan berlebihan dna sebisa mungkin tidak memberi
penyandang cacat kewajiban apapun. Pandangan inilah yang mengakibatkan kaum
difabel terhambat untuk berkembang.[1]
Banyak kasus yang membuat mereka dalam posisi
diskriminasi dan berdampak kaum difabel/ penyandang cacat sulit untuk bergerak
maju. Padahal dari mereka mempunyai banyak sekali pengetahuan dan banyak
memiliki potensi yang belum tentu masyarakat lain punya. Selalu saja menjadi
suatu hambatan bagi kaum difabel.
Difabel atau yang biasa disebut dengan penyandang cacat
merupakan kelompok yang sering terlupakan atau terabaikan dalam pemerintahan di
negara Indonesia. Padahal apabila kita ketahui bahwa kaum difabel sudah
mengalami dua proses peminggiran. Pertama, terpinggirkan dari lingkungan
sosial dikarenakan kecacatan yang dialaminya sehingga kaum ini sulit untuk
bergerak bebas di lingkungan masyarakat dan juga terbatasnya regulasi yang
menyangkut tentang hak-hak mereka. Kedua, implikasi dari proses pertama
diatas mengakibatkan kaum difabel sulit mengakses fasilitas publik, sehingga
merasa terpinggirkan dari orang yang lainnya. Seperti contoh, masih banyak
tempat yang tidak mengkhususkan untuk kaum difabel. Pemerintah juga kurang peka
terhadap hal ini.[2]
Perlakuan diskriminasi semacam ini dapat
dilihat secara jelas, contohnya dalam bidang lapangan pekerjaan. Perusahaan
atau yang menyediakan lapangan pekerjaan kebanyakan enggan untuk menerima
pekerja yang seorang penyandang cacat sebagai karyawan. Banyak alasan dari
mereka salah satunya penyandang cacat tidak dapat bekerja seefektif karyawan
yang lainnya. Diskriminasi inilah yang menyebabkan setiap penyandang cacat tidak dapat untuk bergerak maju,
makanya itu banyak dari penyandang cacat akhirnya hanya berada dalam pada tempatnya
dan tidak bisa untuk bergerak maju. Padahal belum tentu dari setiap penyandang
cacat tidak bisa bekerja secara efektif. Banyak diantara penyandang cacat yang
mempunyai keterampilan lebih dari orang lain (orang yang tidak cacat). Padahal
sudah ada undang-undang yang menjelaskan tentang perlindungan terhadap hak
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kaum difabel di Indonesia.
Undang-undang itu tercantum dalam pasa 14, UU No.4 Tahun 1997 tentang
penyandang cacat yang menjelasakan bahwa setiap perusahaan pemerintah dan
swasta wajib mempekerjakan kaum difabel dalam perusahaannya. Pasal berikutnya
yaitu pasal 28 disebutkan tentang sanksi hukum atas pelanggaran terhadap pasal
14, berupa kurungan selama-lamanya 6 bulan/
denda sebesar dua ratus juta rupiah.[3]
Dalam pemerintahan yang demokrasi seperti
sekarang ini setiap masyarakat memiliki hak bersuara dan hak memilih pemimpin
yang diadakan setiap lima tahun sekali yang juga sering disebut dengan PEMILU
(Pemilihan Umum). Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan
yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan
salah satu sarana legitimasi hukum. Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan
demokratis apabila memenuhi persyaratan. Pertama, pemilu harus bersifat
kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom. Kedua,
pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian pemilu harus
diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Ketiga,
pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang
yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satupun kelompok yang
diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. Keempat, pemilu
harus diberikan keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif
pilihannya dalam suasana bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh
informasi yang luas. Kelima, penyelenggara pemilu tidak memihak
independen.[4]
Apabila dilihat dari pemilu pada zaman orde
baru dan pasca reformasi banyak sekali pebedaan. Apabila pada zaman orde baru
seperti partai Golongan Karya (GOLKAR) memiliki kekuasaan yang luas dalam
setiap daerah yang menjadikan sulitnya untuk partai lain untuk memenangkan
suara. Pada zaman pasca reformasi tidak berlaku lagi kekuasaan partai Golkar
untuk menguasai daerah. Ini juga menjadikan setiap masyarakat Indonesia untuk
memilih partai nya dan memilih pemimpinnya dengan hati nuraninya tanpa adanya
pakasaan.[5] Daripada
itu setiap partai politik akan berkampanye untuk mencari suara masyarakat. Yang
mana mencari suara ini untuk memenangkan hasil dari pemilu. Banyak cara yang
dilakukan oleh partai politik untuk memberikan orasi. Salah satu contoh
melewati kaum difabel. Apabila diteliti satu suara dalam pemilihan umum akan
memberikan dampak yang berbeda dalam hasil keputusan. Oleh karena itu apabila
berkampanye melewati kaum difabel sangat efektif dalam mencari suara. Karena
setiap kaum difabel menginginkan hak mereka dipenuhi.
Akan tetapi dalam implementasinya partai
politik enggan untuk mencari suara dari golongan difabel. Partai politik lebih
menginginkan untuk berkampanye dikalangan orang-orang miskin untuk mencari
suara terbanyak. Mungkin dikarenakan warga negara Indonesia masih banyak dari
kalangan menengah kebawah. Dari siniah politik dalam kampanye partai politik
dimainkan. Akan tetapi kenapa setiap partai politik belum terlalu tertarik
untuk berkampanye dikalangan kaum difabel?. Apa dikarenakan belum adanya
aksesibilitas yang disediakan pemerintah untuk kaum difabel dalam pemilihan
umum atau karena suara kaum difabel lebih sedikit dibandingkan orang-orang
miskin?
Dari pada itu penelitian tentang ini sangat
menarik untuk dikaji dan diteliti. Maka itu, penulis akan mencoba meneliti
tentang kampanye partai politik kepada kaum difabel.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang
dipaparkan diatas maka dapat diambil rumusan masalah yang hendak diteliti
yaitu:
1. Mengapa partai politik enggan untuk
berkampanye dikalangan kaum difabel?
2. Upaya apakah yang diberikan pemerintah untuk
memberikan hak suara difabel dalam pemilihan suara?
3.
C. Tujuan Penelitan dan Manfaat Penelitian
Setelah adanya rumusan masalah maka akan dapat
memberikan tujuan dalam penelitian yaitu :
1. Mengetahui sebab partai politik masih enggan
untuk berkampanye dikalangan kaum difabel.
2. Memberikan solusi agar kaum difabel
mendapatkan hak nya di pemilihan umum.
Apabila tujuan penelitan itu telah ada maka
akan membuahkan manfaat bagi penelitian ini yang menjadi sumbangan ilmu
pengetahuan baru. Dan memberikan jalan yang baik agar tercipta suatu kampanya
yang bukan hanya menghamburkan atau mengeluarkan dana yang banyak.
D. Telaah Pustaka
Sudah banyak sekali penelitian tentang
penyandang cacat dalam pemilihan umum, akan tetapi semua menitik beratkan
kepada aksesibilitas yang disediakan pemerintah untuk kaum difabel dan
penyandang cacat. Akan tetapi saya belum menemukan penelitian tentang kampanye
partai politik diantara kaum difabel dalam tujuan untuk mencari dan merauk
suara. Maka dari pada itu penelitian ini diharuskan untuk banyak mengumpulkan
data yang cukup banyak untuk menghasilkan jawaban yang benar. Dari pada itu
penulis mencari data dari berbagai karya ilmiah dan jurnal-jurnal diantaranya :
1.
Aksesibilitas
: Membuka Ruang Politik bagi Diffable (Potret Aksesibilitas bagi Kelompok
Difabel dalam perspektif right based approach di Yogyakarta. Yang
ditulis oleh Longgina Novadona Bayo tahun 2006. Pendekatan yang dipakai dalam
penelitian ini yaitu dengan pendekatan karikatif/amal (charicaty approach)
dan pendekatan hak asasi manusia. teori
kebijakan publik yang dipakai untuk menghasilkan jawaban yang relevan. Dalam
tulisan ini membahas tentang hak kaum difabel untuk dapat bergerak di ruang
publik dan menghilangkan unsur cacat yang dapat mengakibatkan kaum difabel
terdiskriminasikan dari warga negara Indonesia yang lainnya.
2.
Peran
Panitia Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) dalam Sosialisasi
Politik bagi Masyarakat Difabel dalam Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2013.
Ditulis oleh Oktaviawan Yandarisman tahun 2014. Penulis menggunakan pendektan sosio-politik dan menggunakan teori
Sosialisasi Politik, teori Hak Asasi Manusia. Penulis menerangkan tentang aksesibilitas
yang ada di dalam PPUA Penca sudah ada, akan tetapi masih kurang memadai dan
mengakomodir seluruh kepentingan penyandang cacat.
3.
Jurnal dari Dr. Mansour Fakih yang berjudul
“Analisis Kritis Diskriminasi Terhadap Kaum Difabel” tahun 1999. Dalam jurnal
ini penulis menggunakan pendekatan HAM. Dikarenakan melihat dan meneliti dengan
kacamata HAM memberikan suatu hasil yang baik. Karena dilihat dari keseharian
dan hak yang diinginkan kaum difabel.
E. Kerangka Teoritik
Difabel suatu yang selalu diterbelakangi
disegala sektor. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sebenarnya tidak ada
mendiskriminasi seseorang. Tiap masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan yang
sama. Walaupun itu mempunyai kekurangan tapi tetap menjadi warga negara. Dalam
melihat dan meneliti kasus difabel dalam kehidupan warga negara harus memasuki
kehidupan yang ada dikalangan kaum difabel. Tidak semua yang dianggap orang
lain tentang difabel itu sama. Pendekatan yang dilakukan secara sosiologis
mungkin dapat memberikan jawaban yang tepat.
Penelitian kepada pemerintah dan partai
politik disini, menggunakan teori rational choice. Teori ini bercerita tentang tujuan
berdasarkan tindakan untuk memperjuangkan tujuan bersama. Dalam buku David
Marsh menjelaskan teori rational choice adalah bahwa ketika dihadapkan pada
beberapa jenis tindakan, orang biasanya melakukan apa yang mereka yakini
berkemungkinan mempunyai hasil terbaik.[6]
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan
tesis ini adalah bersifat kualitatif. Metode kualitatif adalah istilah generik
untuk menyebut berbagai teknik seperti observasi, observasi partisipan,
wawancara individu intensif, dan wawancara kelompok fokus, yang berusaha
memahami pengalaman dan praktik informan kunci untuk menempatkan mereka secara
tepat dalam konteks.[7] Untuk
menganalisis tentang penelitian ini, penulis membuat alur agar mempermudah
dalam penelitian yaitu:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini sebenarnya memakai studi
pustaka (library research) dengan objek tujuan buku-buku yang berkaitan
dengan penyandang cacat dan juga buku-buku yang berkaitan dengan pemerintahan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosio-politik. Terdapat beberapa definisi tentang sosiologi yang dikemukakan
oleh berbagai tokoh sosiologi. Sosiologi pada dasarnya memusatkan perhatiannya
pada masyarakat dan individu, karena menurut sosiologi, masyarakat sebagai
tempat interaksi tindakan-tindakan individu dimana tindakan tersebut dapat
mempengaruhi masyarakat. Sedangkan politik berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan dan sistem politik untuk tercapatnya tujuan bersama yang telah
diterapkan dalam hal ini tujuan nya adalah untuk penggunaan kekuasaan agar
tujuan tersebut dapat terlaksana.[8]
3. Sifat Penelitian
Ditinjau dari sifat penelitian ini menggunakan deskriptif analisis. Satu
keuntungan ukuran deskriptif adalah memungkinkan pengamat utuk memecahkan
observasi, dan meneliti proporsi.[9]
Dan analisis ini memberikan analisa tentang problem yang diteliti. Menurut
Whitney, deskriptif analisis adalah merupakan metode pengumpulan fakta melalui
interprestasi yang tepat. Metode penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
permasalahan yang timbul dalam
masyarakat dalam situasi tertentu, termasuk didalamnya hubungan masyarakat, kegiatan, sikap, opini, serta
proses yang tengah berlangsung dan pengaruhnya terhadap fenomena tertentu dalam
masyarakat.[10]
4. Sistem Pengumpulan Data
Adapun dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan angket,
wawancara, dan observasi. Hasil yang akan diterima dalam pengumpulan data dari
angket, wawancara dan observasi ini lah yang akan menghasilkan rumusan untuk
memecahkan problem yang terjadi. Angket bertujuan untuk memberikan informasi
yang relevan dengan masalah penelitian, dan juga bertujuan untuk memberikan
suatu data yang lebih relevan. Wawancara bertujuan untuk memastikan hasil dari
angket agar memberikan suatu hasil yang bisa menjadi lebih mendalam lagi
dibandingkan angket. Kemudian observasi bertujuan untuk mengetahui realita yang
sebenarnya terjadi. Apabila ketiga metode pengumpulan data ini disatukan akan
memberikan hasil yang lebih spesifik.
G. Sistematika Penulisan
Adapun dalam penulisan tesis ini penulis
merincikannya menjadi lima bab.
BAB I membahas tentang pendahuluan yang memaparkan latar belakang permasalahan,
rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, tinjuan pustaka,
kerangka teoritik, dan sistematika penulisan.
BAB II berisikan pembahasan secara umum
tentang kaum difabel atau penyandang cacat dan juga pembahasan tentang umum
partai politik beserta segala yang terdapat didalamnya.
BAB III berisikan tentang metodologi penelitian yang digunakan
pada studi ini, termasuk juga waktu dan tempat penelitian ini dilakukan
berdasarkan data primer dan skunder
BAB IV memuat analisis dalam penelitian ini
melalui sumber yang didapatkan dan
memuat teori yang dilakukan.
BAB V adalah bab terakhir atau penutup yang
berisi kesimpulan penelitian, sara-saran penelitian, dan kekurangan yang
terdapat dalam penelitian dan juga berisikan daftar pustaka.
H. Daftar Pustaka
Barnes, Colin, and Geof Mercer, 2003, “Disability”,
USA, Polity Press.
Budiarjo, Miriam. 1981. “Partisipasi dan
Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai”, Jakarta, PT. Gramedia.
Cassuto Rothman, Juliet, 2003, “Social Work
Practice Across Disability”, USA, Ally and Bacon.
Juliansyah, Evi, 2013, “Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi”, Bandung,
Mandar Maju.
Kartawidjaja, Pipit R. Dkk. 2002. “Sistem
Pemilu dan Pemilihan Presiden: Suatu Studi Banding”, Jakarta, KKIP Eropa.
Nastiti, Aulia, 2011, Proposal Kampanye Disability Awareness Week “ Membangun
Kesadaran Demi Kesetaraan”, Universitas
Indonesia, Ilmu Komunikasi.
Novadona Bayo, Longgina, 2006, “Aksesibilitas : Membuka Ruang Politik
Bagi Difabel (Potret Aksesibilitas bagi Kelompok Difabel), Salatiga.
Salim, Ishak. 2014. “Memahami Pemilihan
Umum dan Gerakan Politik Kaum Difabel”, Yogyakarta : SIGAB.
_______. 2014. “Perspektif Difabilitas
Dalam Politik di Indonesia”, Yogyakarta, SIGAB.
_______. 2014. “Perspektif Difabilitas dan
Kontribusi Gerakan Difabilitas Bagi Terbangunnya Pemilu Inklusif di Indonesia”.
Yogyakarta, SIGAB.
Sukriono, Didik, 2013, Hukum,
Konstitusi dan Konsep Otonom, Malang, Setara Press.
Tri Suryawan, Gefi, 2010, “Kampanye Kesetaraan Hak Terhadap Kaum
Penyandang Cacat Melalui Media Komunikasi Visual”, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Wibawa, Samudra, 2011, “Politik Perumusan
Kebijakan Publik”, Yogyakarta : Graha Ilmu.
[1] Aulia Nastiti, Proposal Kampanye Disability Awareness Week “ Membangun
Kesadaran Demi Kesetaraan”, (Universitas
Indonesia, Ilmu Komunikasi, 2011), hlm 6.
[2] Longgina Novadona Bayo, Aksesibilitas: membuka ruang politik bagi
diffable (potret Aksesibilitas bagi Kelompok Difabel), (Salatiga, 2006).
[3] Gefi Tri Suryawan, Kampanye Kesetaraan Hak Terhadap Kaum Penyandang
Cacat Melalui Media Komunikasi Visual, (Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2010).
[5] Elvi Juliansyah, Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi, (Bandung,
Mandar Maju, 2013), hlm 130-135.
[6] David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik,
(Bandung, Nusamedia, 2010), hlm 76.
[8] http://ardiviera.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-sosiologi-politik.html diakses pada tanggal 08 Oktober 2015.
[10] Lihat di http://www.bimbingan.org/pengertian-pendekatan-deskriptif-analitis.htm
diakses pada tanggal 9 Oktober 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar