A.
LATAR BELAKANG
Masalah hak asasi manusia termasuk masalah
yang sangat dilihat oleh lapisan masyarakat. Setiap orang mempunyai hak asasi
yang ingin diakui. Masalah hak asasi manusia juga merupakan isu internasional
dan menjadi bahan perbincangan yang sangat menonjol. Hal ini bukan hanya teori
belaka akan tetapi harus memerlukan perhatian yang kritis, karena masalah hak
asasi manusia sangat berpengaruh kedalam kehidupan setiap lapisan masyarakat
yang hidup di bumi ini.
Hak asasi manusia (HAM) merupakan landasan
bagi kebebasan, keadilan, dan kedamaian. HAM menyangkut semua aspek yang
dibutuhkan manusia untuk tetap menjadi manusia, baik dari kehidupan sipil,
politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Oleh karena itu secara konseptual, HAM
mengandung ciri-ciri yaitu:
1. HAM tidak perlu diberikan ataupun diwarisi. HAM adalah suatu yang dimiliki
karena sifat kemanusiaan kita, sehingga dengan sendirinya kita mempunyai hak
asasi. Dengan demikian HAM adalah bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi
manusia.
2. HAM berlaku untuk semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,
etnisitas, pandangan politik, atau status sosial dan ekonomi, serta asal
bangsa. Tiap manusia lahir dengan harkat dan martabat yang sama. HAM bersifat
universal karena semua orang di seluruh dunia memiliki hak asasi yang sama.
3. HAM tidak dapat dilanggar, tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi
atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM, walaupun negara
seringkali menetapkan keputusan hukum yang tidak melindunginya atau bahkan
melanggarnya.[1]
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia
sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang
melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut,
mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia
semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia
lain, masyarakat lain, atau negara lain. Hak asasi
diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak
yang tidak dapat diabaikan.
Hak-hak asasi manusia pada dasarnya
merupakan hak yang kodrati yang diperolehnya dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kesadaran manusia terhadap hak-hak asasinya semakin tampak diinsyafi bila
manusia telah saling berhubungan antara satu dengan lain di dalam pergaulan
masyarakat dan lebih-lebih lagi bila menghadapi kekuasaan negara. Oleh karena
itu perjalanan sejarah antar manusia dan bangsa terhadap hak asasi tidak
terlepas dari sejarah perkembangan pasang surut keadaan manusia terhadap
hak-hak asasinya.[2]
Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapapun
bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir dan
hadir dalam kehidupan bermasyarakat, memiliki hak-hak asasi. Hak-hak asasi itu
merupakan hak-hak dasar yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahiran atau kehadirannya di permukaan bumi. Hak asasi manusia itu berlaku
tanpa adanya perbedaan atas dasar keyakinan agama atau kepercayaan, suku
bangsa, ras dan jenis kelamin dan status sosial. Karena itu hak-hak asasi
manusia itu mempunyai sifat-sifat suci, luhur dan
universal.
Akan tetapi tidak semua negara yang mengangkat hak asasi manusia. Banyak
negara yang mengabaikan tentang hak asasi manusia. Seperti contoh pelanggaran
ham di Cairo, pelanggaran ham yang dilakukan Adolf Hitler semasa menjabat
sebagai kanselir Jerman. Kekuasaan dapat menentang adanya ham di negara. Dari
makalah ini saya akan mengambil tema pelanggaran ham yang terjadi pada masa
konflik Israel dan Palestina. Banyak hal yang menarik dalam konflik ini.
Padahal deklarasi ham sudah ada akan tetapi konflik ini tidak ada habisnya.
Konflik Palestina – Israel menurut
sejarah sudah 44 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania
dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi
Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Sebelumnya Inggris
mengeluarkan Deklarasi Balfour tahun 1917 yang menjanjikan sebuah negara bangsa
Yahudi di Palestina, dengan menghormati hak-hak umat non-Yahudi di Palestina.1
Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan, ditambah lagi terjadi
ketidaksepakatan tentang masa depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di
antara faksi-faksi di Palestina sendiri hingga jutaan dari mereka terpaksa
mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain.
Konflik Israel-Palestina seringkali
dipahami sebagai konflik Yahudi-Islam dan hal ini berhasil mensugesti hampir
seluruh dunia Islam untuk membenci Yahudi. Sikap anti-pati terhadap Yahudi di
kalangan mayoritas Islam bahkan telah ditanamkan demikian mengakar mulai dari
lingkungan keluarga hingga institusi pendidikan Islam. Hingga terjadi konflik
Israel- Palestina yang dalam banyak hal dipandang sebagai konflik Yahudi-Islam,
analisis tentang masalah politik sebagai pemicu konflik juga banyak digulirkan
berbagai pihak. Konflik ini misalnya, merupakan konflik yang dipicu oleh klaim
hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang bertikai.[3]
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam uraian diatas maka dapat diambil suatu
pertanyaan yaitu:
1.
Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara
Israel dan Palestina?
2.
Bagaimanakan bentuk-bentuk pelanggaran ham
yang dilakukan Israel kepada penduduk sipil Palestina?
C.
PEMBAHASAN
Sejak negara Israel lahir secara ilegal, rakyat Palestina dan tanah
Palestina telah menjadi subyek dari pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran
yang dilakukan oleh Israel. Konflik yang berkepanjangan yang disebabkan oleh
pendudukan Israel sampai sekarang (2011) telah menghasilkan tidak hanya krisis
politik, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran berat terhadap
hukum kemanusiaan dan kejahatan besar terhadap kemanusiaan.
Khususnya di Jalur Gaza. Blokade atau
pengepungan Jalur Gaza sejak tahun 2006 dan tindakan selanjutnya yang dilakukan
oleh Israel seperti Operasi Cast Lead pada 27 Desember 2008-18 Januari 2009 dan
intersepsi bantuan kemanusiaan armada Kebebasan (Freedom Flotilla) yang
merupakan kejahatan hak asasi manusia dan pelanggaran berat terhadap Konvensi
Jenewa 1949. Menurut Konvensi Jenewa, penduduk
sipil dan pejuang yang sakit atau menjadi Tahanan Perang (Prisoner of War)
jelas bukan target militer. Oleh karena itu, harus dilindungi oleh kekuatan
pelindung.[4]
Orang-orang Palestina yang hidup di tenda-tenda
pengungsian menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan. Mereka hanya bisa
menggunakan air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya, dan berjalan
bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah. Bagi mereka yang pergi
bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp pengungsian,
perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari lima belas menit
saja. Akan tetapi, kejadiannya sering berubah menjadi mimpi buruk karena
pemeriksaan identitas di tempat-tempat
pemeriksaan yang sering dilakukan, di mana para tentara yang bertugas melakukan
kepada mereka pelecehan, penghinaan, dan perendahan. Mereka tidak dapat
berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya tanpa passport. Dan karena tentara-tentara
Israel sering menutup jalan dengan alasan keamanan,
orang-orang Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang
ingin mereka tuju, atau bahkan untuk menuju rumah sakit ketika mereka jatuh
sakit. Bahkan, orang-orang yang hidup di tenda-tenda
pengungsian tiap hari hidup dalam rasa takut akan dibom, dibunuh, dilukai, dan
ditahan, karena pemukiman orang-orang Yahudi.
Konflik Palestina – Israel menurut
sejarah sudah 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania
dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi
Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania).. Sampai sekarang
perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Ditambah lagi terjadi ketidak sepakatan tentang masa depan Palestina
dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri. [5]
Banyak sekali
pelanggaran ham yang dilakukan oleh Israel. Terdapat bukti pelanggaran yang
dilakukan oleh angkatan pertahanan Israel (IDF):
1. Pembunuhan yang disengaja
2. Penyiksaan dan perlawanan secara tidak manusiawi
3. Dengan sengaja menyebabkan penderitaan besar atau cedera serius pada tubuh
dan kesehatan,
4. Menyita secara tidak sah properti milik Freedom Frotilla.
Dari semua pelanggaran yang dilakukan Israel,
terdapat beberapa hak yang dijamin dalam hukum hak asasi manusia internasional
yaitu:
1. Hak untuk hidup. Yang terdapat dalam
pasal 6 konvenan internasional[6]tentang
hak sipil dan politik (ICCPR) “perlindungan hak hidup”,
2. Penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau tindakan merendahkan
atau hukuman. Terdapat dalam pasal 7 ICCPR dan konvensi menentang penyiksaan
(CAT)[7]
“larangan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi
dan merendahkan martabat manusia”,
3. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi dan kebebasan dari penangkapan
sewenang-wenang atau penahanan. Terdapat dalam pasal 9 ICCPR “larangan
penahanan atau penangkapan secara sewenang-wenang”,
4. Hak tahanan harus diperlakukan secara manusiawi dan menghormati martabat
yang melekat pada manusia. Terdapat dalam pasal 10 ICCPR “hak semua orang yang
berasal dari kebebasannya untuk diperlakukan secara manusiawi”,
5. Kebebasan berekspresi. Terdapat dalam pasal 19 ICCPR”kebebasan berekspresi
dan berpendapat dan kebebasan untuk mencari dan menerima informasi”,
6. Hak atas pemulihan yang efektif[8]
Pelanggaran ham yang dilakukan Israel
tampaknya diabaikan oleh pengadilan Internasional. Bagaimana tidak, semua yang
dilakukan Israel tidak ada tanggapan sama sekali, hanya meliput semua aktifitas
yang dilakukan Israel.
Tudingan bahwa “Israel is the Real Terrorist” memberikan pembenaran terhadap
penggunaan istilah Israel sebagai Negara terorisme (State Terrorism) sepertinya masuk
akal. Sikap pembangkannya terhadap kesepakatan kesepakatan atas perjanjian
internasional, juga karena berlapis-lapisnya perilaku negara dalam tindakan
kejahatan Israel terhadap Palestina. Misalnya, kejahatan jenosida (genocide)
kejahatan perang (war crime), kejahatan kemanusiaan (crime
against humanity), dan kejahatan agresi yang mengancam perdamaian
dan tata tertib dunia (crime of aggression that threatens world peace).
Sekaligus tindakan dan kebijakan pemerinthan Israel yang bertentangan dengan
nilai-nilai universal HAM tidak dapat dipungkiri.
Ada beberapa alasan untuk menempatkan
kedudukan Israel sebagai Negara berdaulat pembangkang hukum internasional. Tindakan
agresi militer
Israel ke Gaza sebagai kejahatan perang. Antonio Cassese memaknai sebagai
kejahatan berat terhadap
hukum kebiasaan (War crimes are serious violations of customary
or treaty rules) khususnya terkait dengan pelanggaran dalam hukum
perang, Geneva Convention 1949, dilengkapi dengan protocol tambahan 1977.
Fakta tersebut di atas menujukan bahwa pertama, perbuatan peperangan
tersebut merupakan bentuk dari
kejahatan karena telah memenuhi syarat adanya pelanggaran berat yang telah diatur oleh peraturan hukum internasional. Tempat-tempat yang seharusnya bukan menjadi sasaran bagi
militer malah menjadi terlibat dari serangan militer.
Sehingga nilai-nilai kemanusiaan yang mestinya dilindungi justru telah menjadi
korban peperangan.
Kedua, tindakan militer Israel dikualifikasikan
sebagai pelanggaran dalam hukum perang internasional yang membebankan adanya
suatu pertanggung jawaban
hukum secara individual. Mengingat kebijakan penyerangan atas keputusan politik
Perdana Menteri, Menteri Pertahanan yang didukung oleh sebagian besar anggota
parlemen, maka terdapat hak bagi masyarakat internasional untuk memidanakannya
secara internasional atas perencana, pembuat kebijakan dan pelaku di lapangan. Dalam ILC (International Law Commission) 1996,
dirumuskan rancangan konvensi bahwa, petanggungjawaban dapat dibebankan pada seseorang yang menjadi pemimpin,
atau pengorganisir yang secara aktif
terlibat di dalamnya memerintahakan
untuk membuat perencanaan,
persiapan, permulaan
untuk melakukan agresi
peperangan yang dilakukan oleh Negara harus bertanggungjawab atas tidakan
agresi.
Ketiga, tindakan yang dilakukan
oleh militer Israel ke Palestina merupakan kejahatan yang melibatkan masyarakat
sipil yang mana alasan untuk membela diri menjadi tidak relevan.
Di satu pihak, tindakan militer Israel telah melanggar tiga prinsip
funademental dalam hukum humaniter yaitu, melakukan tindakan balasan tidak proporsional atau tidak pantas dan melebihi apa yang seharusnya (necessity).
Pihak yang bukan anggota militer atau combattan telah dijadikan sandra atau subyek
dalam peperangan untuk mencari musuh musuh sebenarnya. Sehingga
pemukiman-pemukiman dan warga warga sipil tidak luput dari serangan dn
investigasi kekuatan militer.
Keempat, kejahatan kemansiaan dan agresi militer
Israel semakin nyata ketika mereka menggunakan serangan laut udara dan darat
dengan menggunakan alat-alat senjata bom-bom yang sangat berbahaya.
Kelima, Israel sebagai pelaku kejahatan juga karena
tidak tunduk pada kewajiban hukum internasional. Sehingga perbuatan agresi
militer terhadap Gaza tersebut telah mengabaikan tegaknya perdamaian dan nilai HAM Universal. Dengan kata lain Israel
telah melalikan kewajiban yang dibebankan pasal 1 ayat (2) yaitu tidak
melaksanakan hubungan persahabatan berdaasarkan prinsip kesederjatan, dan
beruaya untuk menegakan terselenggaranya perdamaian universal. Selain itu,
tindakan militer Israel dengan jelas telah melaikan ketentuan pasal 2 ayat (4)
yaitu Israel tidak berupaya untuk mengendalikan dirinya dalam hubungan internasional untuk tidak mengancam
dan menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah negara berdaulat lainnya
atau negera yang seara politis telah merdeka.
Tindakan yang tidak berkesesuaian dengan
tujuan didirikannya Paiagam PBB 1945 dan Deklarasi HAM 1948. Penyiksaan
dilakukan militer terhadap warga Negara Palestina, penyiksaan dan berbagai
prosedur. Penyerangan secara sistematis dan massif di wilayah-wilayah pemukiman,
termasuk terbunuhnya wartawan dan beberapa orang yang non combatan menujukan
bahwa tindakan militer Israel tidak mempertimbangkan pri-kemanusiaan.[9]
D.
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas maka telah jelas bahwa
Israel melanggar ham yang telah ada di dunia ini. Bentuk-bentuk kejahatan ham
yang dilakukan oleh Israel adalah sebagai berikut :
1.
Penyerangan yang dilakukan oleh militer Israel
adalah kejahatan yang besar, karena penyerangannya kepada masyarakat sipil yang
mempunyai hak untuk dapat perlindungan.
2.
Kejahatan yang dilakukan Israel hanya
berbentuk individual, bukan dari suruh atasan negara.
3.
Tindakan balasan yang dilakukan israel terlalu
berlebihan.
4.
Penyerangan yang dilakukan Israel, baik itu
lewat darat, laut dan udara menggunakan senjata yang sangat berbahaya.
5.
Israel tidak tunduk dengan hukum
internasional.
E.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno, 2010, Pendidikan Kebangsaan, Demokrasi, dan Hak
Asasi Manusia (KADEHAM), Jakarta, Universitas Trisakti.
Thontowi, Jawahir, 2009, Israel Versus Hamaz Di Gaza: Peran Umat Islam Dalam Mencari
Solusi Damai Perspektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta.
Pratiwi, Lidya, 2014, Sejarah dan latar belakang
konflik Israel-Palestina dari 2000SM- sampai sekarang.
William
Nagel, Gerard, 2011, Pelanggaran Hak
Asasi Manusia oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina ditinjau dari Hukum
Internasional, Medan, Universitas Sumatera Utara.
[1] Prayitno, Pendidikan Kebangsaan,
Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (KADEHAM), (Jakarta, Universitas Trisakti,
2010) hlm 123-124.
[2] Gerard William
Nagel, Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Israel Terhadap Warga Sipil
Palestina ditinjau dari Hukum Internasional, (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2011).
[3] Ibid.
[4] Lihat di http://www.aspacpalestine.com/ diakses pada
tanggal 5 januari 2016.
[5] Lidya
Pratiwi, Sejarah dan latar belakang
konflik Israel-Palestina dari 2000SM- sampai sekarang, 2014.
[6] Istilah
kovenan (Covenant) juga mengandung arti yang sama dengan piagam, jadi digunakan
sebagai konstitusi suatu organisasi internasional. Sebuah organisasi
internasional yang konstitusinya memakai istilah covenant dalah Liga
Bangsa-Bangsa (Covenant of the League of Nations). Di samping itu suatu
perjanjian yang bukan merupakan konstitusi organisasi internasional ada juga
yang memakai istilah covenant seperti Kovenan Intenasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik, tanggal 16 Desember 1966 (Internasonal Covenant on Civil and
Political Rights of December 16. 1966) dan Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 16 Desember 1966 (International Covenant on
Economic, Social, and Cultural Rights, December 16, 1966).
[7] Konvensi Menentang Penyiksaan atau yang dalam bahasa
resminya adalah Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain
yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal
dengan The United Nations Convention against Torture and
Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment adalah sebuah instrumen hukum internasional yang
bertujuan untuk mencegah penyiksaan terjadi di seluruh dunia.
[8] Lihat di http://www.aspacpalestine.com/id/543-human-rights-violations-and-impunity-in-gaza/item diakses pada tanggal 10 Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar