A.
PENDAHULUAN
Di era globalisasi saat ini banyak sekali
pengaruh yang menciptakan civil society melemah. Banyak faktor yang menjadi
dasar terjadinya kelemahan civil society didalam masyarakat. Globalisasi
membuat masyarakat Indonesia harus siap dengan segala masuknya pengaruh dari
luar kedalam kehidupan bangsa. Perkembangan globalisasi banyak menimbulkan
dampak negatif. Yaitu : pertama, informasi tidak terkendali. Tidak semua
informasi yang didapatkan baik untuk setiap orang ada juga yang tidak baik untuk
kepribadian orang juga. Era globalisasi memberi kemudahan bagi setiap orang
untuk mendapatkan informasi yang lebih mudah tapi yang disayangkan adalah
informasi tidak semuanya yang didengar sesuai.
Kedua, Westernisasi atau ala kebarat-baratan.
Hilangnya budaya Indonesia juga akibat dari globalisasi yang ada. Banyak warga
Indonesia malah meniru dengan kebudayaan yang ada diluar Indonesia yang bukan
menjadi kebudayaan yang cocok bagi warga Indonesia. Ketiga, sikap
individualisme, di era globalisasi banyak yang memberikan kenyamanan dalam bagi
setiap warga dalam bersosialisasi melalui alat teknologi eletronik. Akan tetapi
hal inilah yang memberikan dampak lain dikarenakan tidak merasa membutuhkan
bantuan manusia lagi. Inilah yang menyebabkan individualistik yang terjadi
padahal seperti yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa lepas dengan yang lainnya.
Keempat, kesenjangan sosial semakin besar. Hal ini
dapat dilihat dari adanya perbedaan misalnya orang kaya dan orang miskin.
Globalisasi membuka peluang bagi orang yang berpendidikan akan tetapi tidak
memberikan seperti orang miskin yang mana membuat orang miskin semakin sulit
untuk bertahan hidup.[1]
Apabila dilihat dari keempat dampak ini maka kelihatan Indonesia tidak siap
dengan era globalisasi yang terjadi di Indonesia. Banyak yang harus lebih
diperhatikan lagi apalagi sosialisasi antar warga negara.
Tiap orang menginginkan mempunyai negara yang
seperti apa yang diangankan. Akan tetapi, gerakan tiap orang untuk itu sangat
minim. Dalam buku yang ditulis Anthony Gramsci, dalam kaitannya dengan proses
historis dalam evolusi negara modern adalah caranya mendidik mayoritas
masyarakat untuk menyetujui kekuasaan dalam negara. Gramsci memandang bahwa
politik berlangsung pada level ideologi-ideologi yang mana ideologi tersebut
berpijak pada organisasi-organisasi sosial. Segala yang dilakukan warga negara
akan tergantung kepada konsepsi diri mereka atau pandangan dunianya.[2]
Di perguruan tinggi, mahasiswa adalah sebagai
akademisi yang akan menciptakan perubahan bagi Indonesia kedepannya. Segala
bentuk aksi yang dilakukan oleh mahasiswa tidak lain untuk memberikan perubahan
dalam Indonesia. Permasalahan yang terjadi di Indonesia bisa terselesaikan jika
segala yang dilakukan oleh mahasiswa dapat diapresiasikan oleh pemerintah.
Banyak kasus di Indonesia yang memberikan dampak positif salah satu contohnya
adalah toleransi dalam bencana di Indonesia. Bencana yang terjadi di Indonesia
misalnya bencana gunung merapi meletus pada tanggal 26 oktober 2010, asap
akibat pembakaran hutan di Riau, ataupun bencana lainnya. Bencana yang terjadi
bukan hanya menjadi tanggungan buat pemerintah Indonesia saja melainkan seluruh
warga negara Indonesia.
Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa.
Karena itu setiap pemuda khususnya mahasiswa adalah aktor-aktor penting yang
akan mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa Indonesia dimasa depan.
Mahasiswa sangat memiliki potensi untuk ikut serta menangani bencana alam di
Indonesia. Bekal dari akademik yang dipelajari mahasiswa terbukti paling peduli
terhadap persoalan negara ini.[3]
Segala persoalan yang di hadapi negara ini apabila ada ikut campur dengan
mahasiswa bisa mengurangi beban dan juga dapat memberikan solusi yang baik bagi
negara Indonesia.
Apabila dilihat relevansi mahasiswa dalam
pemberdayaan civil society di negara ini, mahasiswa sebagai kelompok yang
strategis di masyarakat Indonesia memiki potensi yang cukup besar dan peluang
yang cukup luas. Kemampuan analisa yang dimiliki oleh mahasiswa yang tinggi
menjadi sebuah modal utama. Demikian juga solidaritas yang dimiliki oleh
mahasiswa baik itu dalam kampus maupun diluar kampus.[4]
Mahasiswa memberikan banyak sumbangsih dalam
masalah bencana di Indonesia baik itu dalam bentuk materil atau menjadi
relawan. Nilai-nilai toleransi sesama
warga inilah yang hampir hilang di Indonesia era globalisasi. Seperti kasus
yang terjadi belakangan ini akibat pembakaran hutan yang terjadi di Riau.
Banyak dampak negatif yang terjadi akibat permasalahan ini. Tidak hanya daerah
Riau yang mengalami penderitaan akan tetapi daerah sekelilingnya juga ikut
mengalami penderitaan begitu juga negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapore.
Permasalahan ini yang menarik untuk dikaji
lebih dalam lagi akibat pembakaran hutan dan juga apa tanggapan pemerintah
Indonesia. Bagaimanakah peran mahasiswa dalam permasalahan ini khususnya
mahasiswa Riau yang tidak mengalami asap hasil pembakaran dikarenakan sedang
berpendidikan di luar kota.
B.
PEMBAHASAN
1)
Faktor Kebakaran Hutan dan Undang-Undang
Kebakaran hutan di Indonesia selalu terjadi
pada musim kemarau, yaitu pada bulan agustus, september, dan oktober atau juga
pada masa peralihan (transisi). Wilayah hutan di Indonesia yang sangat
berpotensi terbakar antara lain di pulau Sumatera (seperti Riau, Jambi,
Sumatera Utara, dan juga Sumatera Selatan) dan di pulau Kalimantan (seperti
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan juga Kalimantan Selatan). Pulau-pulau
ini masih dibilang cukup luas dengan hutan yang dimilikinya. Ada dua faktor
yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yaitu:
1. Karena faktor kelalaian manusia yang sedang melaksanakan aktivitas di dalam
hutan. Misalnya akibat puntung rokok atau juga pembakaran sampah yang didalam
hutan yang ditinggalkan.
2. Karena faktor kesengajaan. Faktor ini yang paling menjadi faktor paling
sering ditemukan dalam pembakaran hutan di Indonesia. Oknum yang melakukan
tidak memikirkan dampak yang terjadi akibat pembakaran yang dilakukannya.
Kesengajaan manusia yang ingin membuka lahan dan perkebunan dengan cara
membakar. Walaupun cara ini lebih efisien dan lebih mengeluarkan biaya sedikit
akan tetapi dampaknya sangat besar.
Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan. Asap kebakaran hutan dapat menganggu kesehatan
masyarakat dan menimbulkan berbagai banyak penyakit seperti infeksi saluran
pernafasan (ispa) dan juga mengganggu kelancaran transportasi yang diakibatkan
asap yang tebal. Kebakaran hutan yang luas dapat mengganggu masyarkat negara
tetangga juga apabila tidak dapat terselesaikan maka bisa berakibat nilai
negatif dari masyrakat internasional terhadap pemerintah Indonesia.[5]
Kebakaran hutan di Indonesia sebenarnya
terjadi akibat adanya tiga faktor utama yaitu: kondisi bahan bakar, iklim, dan
sosial budaya masyarakat. Kondisi bahan bakar akibat kadar air yang relatif
rendah dikarenakan cuaca panas bekepanjangan menjadi rawan dengan adanya
kebakaran begitu juga dengan iklim. Iklim yang panas dapat memudahkan
terjadinya kebakaran dihutan karena kekeringan. Suhu panas yang tinggi membuat
mudahnya terjadi kebakaran. Sosial budaya juga dapat menjadi penyebab
kebakaran. Contohnya bahwa membakar hutan gambut dapat membuat tanah disekitar
lahan akan semakin subur.
Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai
peran terhadap adanya kebakaran hutan. Faktor penyebabnya antara lain:
1. Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan
Masyarakat yang berada disekitar hutan kerap seringkali
menggunakan api untuk persiapan lahan. Perbedaan biaya menjadi faktor utama
dikarenakan dengan membakar hutan lebih efisien dalam pembukaan lahan baru
dibanding dengan dibabat menggunakan alat-alat berat. Metode dengan penggunaan
api juga dapat lebih cepat dari segi waktu.
2. Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan
Berbagai konflik yang sering kali terjadi di masyarakat
kawasan hutan atas kekecewaan masyarakat dengan pengelola hutan yang tidak
memberikan manfaar ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas masyarakat
ini banyak yang bertindak anarkis salah satunya dengan membakar hutan akibat
dampak kekecewaan masyarakat.
3. Pembalakan liar atau illegal logging
Pembalakan liar atau sering disebut dengan penebangan
liar menjadi faktor pemicu adanya kebakaran. Sisa dari pembalakan liar seperti
daun, ranting dan lain sebagainya akan dibiarkan dan menimbun di hutan dan
semakin lama akan mengering dengan fakor cuaca yang panas. Sisa hasil
pembalakan liar ini kerap menjadi potensi terjadinya kebakaran hutan.
4. Kebutuhan akan hijauan makanan ternak (HMT)
Kebutuhan HMT bagi kehidupan sangat menjadi faktor untuk
memberikan kehidupan bagi masyarakat kawasan hutan. Pengembala untuk
mendapatkan HMT seringkali membakar lahan, hal ini dimaksudkan agar setelah
padang rumput yang telah habis di bakar maka akan tumbuh rumput yang lebih
bagus dari sebelumnya.
5. Perambahan hutan
Perambahan hutan akibat bertambahnya penduduk juga
menjadi penyebab kebakaran hutan. Agar tercukupi kebutuhan hidup maka akan
memperluas lahan garapannya.[6]
Dari ketiga faktor yang terjadi diatas faktor
sosial budaya masyarakat menjadi hal yang kerap terjadi. Padahal dari pasal 69
UU No.32 tahun 2009 terdapat pernyataan yang berbunyi “setiap orang dilarang
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.[7] Hal
ini telah tercantum dalam undang-undang, akan tetapi masih saja ada perusahaan
yang ingin membuka lahan dengan cara membakar.
Sanksi yang telah ada di Undang-Undang
cukuplah berat, akan tetapi hukum sulit untuk ditegakkan di Indonesia. Dalam
pasal 108 Undang-undang no. 32 tahun 2009 berbunyi “setiap orang yang melakukan
pembakaran lahan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf h,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliyar
rupiah) dan paling banyak Rp. 10.0000.000.000,00 (sepuluh miliyar rupiah)”.[8]
Dalam Undang-undang no. 32 tahun 2009
khususnya dalam pasal 69 terdapat pengecualian seperti yang terdapat dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang mekanisme
pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup berkaitan dengan kebakaran
hutan/lahan. Dalam pasal ini ada izin pembakaran hutan yang terdapat pada pasal
4. Ayat (1) “masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas
lahan maksimum 2 (dua) hektar perkepala keluarga untuk ditanami jenis varietas
lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa. Ayat (2) “kepala desa
menyampaikan pemberitahuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepada
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/ kota. Akan tetapi perizinan ini tidak
diperbolehkan apabila dalam keadaan curah hujan yang dibawah normal ataupun
musim kemarau panjang dan iklim kering.[9]
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang
dijelaskan diatas memberikan izin kepada masyarakat di kawasan hutan untuk
diperbolehkan membakar hutan dengan syarat yaitu harus izin kepada kepala desa,
membakar lahan maksimum hanya dua hektar dan juga harus melihat iklim yang
terjadi. Apabila ini dilanggar maka harus mendapatkan sanksi seperti yang telah
terdapat pada pasal 108 UU no. 32 tahun 2009.
2) Tanggapan Pemerintah
Indonesia walaupun sudah memiliki hukum
terkait dengan kebakaran hutan yang didalamnya terdapat melindungi hutan dan
membatasi pembakaran pertanian namum masih sulit untuk ditegakkan aturan itu
beserta sanksi yang ada. Hal ini menuju kepada korupsi yang ada didalamnya.
Pemerintah yang dibayar oleh pengusaha untuk dapat memberikan izin dan tutup
mulut dalam masalah pembakaran hutan. Sebenarnya penanggulangan kebakaran sudah
ada sejak tahun 1997 pada era jendral Soeharto yang mana dana untuk reboisasi
tersebut dialokasikan kepada produsen mobil milik anaknya. Dan sampai saat ini
pemerintah masih belum memberikan sanksi yang tegas kepada tersangka pembakaran
hutan.[10]
Kebakaran hutan selalu terjadi disaat iklim
dalam masa kemarau. Sebenarnya pada masa hujan masalah kebakaran hutan sedikit
pemerintah harusnya menyelidiki dan mempunyai program agar disaat musim kemarau
tidak ada terjadi pembakaran hutan. Undang-undang yang ada seharusnya
ditegakkan dan dijalankan. Karena dampak kebakaran sangat luas dan juga
memberikan kerugian bagi negara juga.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam
menangani masalah ini. Beberapa peraturan yang dilahirkan menekankan sanksi
yang berat bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan. UU No. 41 tahun 1999 tentang
kehutanan, UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan, UU No. 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta PP No. 45 tahun
2004 tentang perlindungan hutan yang telah direvisi dengan PP No. 60 tahun
2009.[11]
Semua yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan kebakaran sudah dilakukan,
akan tetapi balik lagi kepada hukum. Penanggulangan yang diberikan oleh
pemerintah untuk melarang pembakaran hutan tidak akan memberikan efek
dikarenakan hukum yang kurang ditegakkan.
Kebijakan yang diberikan oleh pemerintah
bersifat represif daripada preventif. Akan tetapi kebijakan represif ini tidak
bisa diimplementasikan dengan sungguh-sungguh. Itu menjadikan setiap pelaku
pembakaran tidak jera dengan sanksi dan akan mengulanginya lagi. Apabila
kebijakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat maka
mungkin dapat berdampak kurangnya pembakaran hutan yang terjadi. Dikarenakan
masyarakat dapat mempunyai pendapatan lain dari pada pendapatan dari pembakaran
hutan.
3) Tanggapan Mahasiswa
Kebakaran hutan memberikan pengaruh juga
terhadap mahasiswa yang merasa resah. Banyak hal yang dilakukan mahasiswa untuk
masalah kebakaran hutan ini. Dari pengumpulan dana bagi korban kebakaran hutan,
diskusi terkait masalah kebakaran hutan, menjadi relawan untuk menanggulangi
masalah kebakaran hutan. Solidaritas
mahasiswa dalam permasalahan ini memberikan suatu contoh yang baik. Solidaritas
mahasiswa ini terjadi karena nasionalisme yang tinggi untuk membangun civil
society dalam kehidupan berbangsa.
Dalam hal ini kejadian kebakaran hutan di Riau
dirasakan juga oleh mahasiswa dari Riau yang sedang menjalankan pendidikan di
luar Riau. Mahasiswa ini tidak merasakan dampak asap dari kebakaran hutan akan
tetapi keluarga merekalah yang merasakannya. Banyak yang dilakukan mahasiswa
dari Riau untuk memberikan sumbangsih untuk masalah kebakaran ini.
Pada tanggal 11 maret 2014, mahasiswa Riau
yang tergabung dalam aliansi Mahasiswa Riau Peduli menggelar aksi di titik nol
KM Yogyakarta, dalam orasinya mahasiswa meminta tiga hal yaitu :
1. Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat melalui Presiden segera cepat
tanggap menanggulangi bencana kabut asap yang terjadi di Provinsi Riau.
2. Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah pusat segera menindak tegas
Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan diminta untuk
bertanggung jawab atas kabut asap yang membahayakan kesehatan masyarakat.
3. Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat segera mencabut izin
operasional Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam aksi pembakaran hutan di
Provinsi Riau.
Dalam orasi mahasiswa Riau ini menganggap
Pemerintah Pusat terdapat diskriminasi kepada Provinsi Riau. Dalam tujuan
gerakan mahasiswa ini bukan semata-mata hanya untuk mencari popularitas dalam
mata masyarakat di Indonesia melainkan adalah untuk kesadaran sosial. Kesadaran
sosial dimaksudkan untuk memberikan kepekaan bagi masyarakat lain dalam
pengertian akan kehidupan dan keadaan yang dialami masyarakat Indonesia maka
dari itu komunikasi antar masyarakat dilakukan dengan bantuan mahasiswa.
Permasalahan bencana di Indonesia menjadi
tanggung jawab bagi setiap warga negara Indonesia. Mahasiswa memberikan
sumbangsih untuk mengerti akan keadaan yang dialami Indonesia. Mahasiswa
memberikan sumbangsih dalam bencana salah satunya adalah sumbangan bencana alam
yang dilakukan mahasiswa di tempat-tempat tertentu. Akan tetapi masyarakat
masih belum percaya sepenuhnya dengan gerakan mahasiswa ini. Banyak yang
berfikiran bahwa sumbangan yang dilakukan oleh mahasiswa semuanya tidak sampe kepada
yang berkepentingan, melainkan untuk diri mahasiswa sendiri, memang benar
adanya itu tetapi balik lagi dengan pemikiran kita.
Tujuan asli dari orasi dan gerakan mahasiswa
ini bukan hanya untuk aksi kumpul-kumpul saja, melainkan juga memberikan kontribusi
untuk lapisan masyarakat khususnya pemerintahan. Pemerintahan akan berjalan
kejalannya apabila ada yang selalu melihat dan memantau gerakannya. Pemerintah
tidak bisa bergerak sendiri maka daripada itu harus ada yang mendampinginya
baik itu masyarakat umum meliputi nitizen maupun mahasiswa.
C.
KESIMPULAN
Kebakaran hutan adalah bencana yang selalu
terjadi di negara Indonesia. Tidak bisa dipungkiri kebakaran hutan kerap
menjadi keresahan setiap masyarakat yang ada disekelilingnya. Kebakaran hutan
memberikan banyak pegaruh yang berbentuk negatif masalah kehidupan sehari-hari
khususnya untuk kesehatan. Banyak yang sudah dilakukan untuk menghindari
masalah kebakaran hutan baik itu kebijakan pemerintah, maupun demontrasi
mahasiswa terhadap kebakaran hutan. Semua hal ini telah diterapkan dan
dilakukan.
Masalah kebakaran hutan diharuskan memberikan
suatu solusi agar tidak akan timbul lagi dalam kehidupan. Cara satu-satunya
adalah memberikan sanksi yang berat dan harus dijalankan bukan sanksi yang
hanya ditulis dalam peraturan saja.
D.
DAFTAR PUSTAKA
A.s Hikam, Muhammad, 2000, Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan
Civil Society, Jakarta, Erlangga.
Bahri, Samsul, 2002, Kajian Penyebaran
Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan
Mengatasinya dengan TMC, jurnal sains dan teknologi modifikasi cuaca , vol
3, no 2.
Beilharz, Peter, 2005, Teori-Teori Sosial,
terj, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Nurhayati Qodriyatun, Sri, 2014, Kebijakan Penanganan
Kebakaran Hutan dan Lahan, jakarta, Pusat
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI.
Rasyid, Fachmi, 2014 Permasalah dan Dampak
Kebakaran Hutan, Banten, Jurnal Lingkar Widyaiswara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[1] Lihat di Dampak Positif dan Negatif Globalisasi terhadap bangsa
Indonesia di web http://www.invonesia.com/ pada tahun 2013 diakses pada tanggal 19
Desember 2015.
[3] Lihat di http://mardoto.com/2010/11/26/peranan-mahasiswa-dalam-menghadapi-kejadian-kejadian-bencana-yang-kerap-terjadi-di-indonesia/ diakses pada tanggal 19 desember 2015.
[4] Muhammad A.s Hikam, Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society,
(Jakarta, Erlangga, 2000) hlm 140.
[5] Samsul Bahri, Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di
Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya dengan TMC,
jurnal sains dan teknologi modifikasi cuaca , vol 3, no 2, tahun 2002.
[6] Fachmi Rasyid, Permasalah dan Dampak Kebakaran Hutan, (Banten,
Jurnal Lingkar Widyaiswara, 2014), diterbitkan pada 7Desember 2014.
[7] Lihat di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[9] Lihat di http://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/23/206712396/aturan-ini-izinkan-pembakaran-hutan-dan-lahan di akses pada tanggal 23 desember 2015.
[10] Lihat di http://world.mongabay.com/indonesian/pemerintah.html diakses pada tanggal 23 desember 2015.
[11] Sri Nurhayati Qodriyatun, Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan,
(jakarta, Pusat
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar