A.
Pendahuluan
Didalam suatu negara yang menganggap sebagai
negara demokratis, tidak akan lengkap tanpa adanya pemilihan umum atau sering
disebut dengan pemilu. Ada beberapa macam definisi mengenai pemilu,
diantaranya:
1.
Menurut Nohlen, pemilu adalah satu-satunya
metode demokratik untuk memilih wakil rakyat.
2.
Menurut R. William Liddle, pemilu dianggap
sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat dan praktek pemerintahan
oleh sejumlah elite politik. Setiap warga negara yang telah dianggap dewasa dan
memenuhi persyaratan menurut undang-undang, dapat memilih wakil-wakil mereka di
parlemen, termasuk para pimpinan pemerintahan.
3.
Bagi Aurel Croissant DKK, pemilu adalah
kondisi diperlukan bagi demokrasi. Akan tetapi, pemilu saja tidak menjamin
demokrasi, karena demokrasi memerlukan lebih dari sekedar pemilu. Namun,
demokrasi perwakilan sangat tergantung kepada pemilu.[1]
Dari proses pelaksanaan pemilihan umum legislatif maupun pemilihan
presiden, masyarakat melihat para politikus, baik itu calon anggota dan anggota
legilatif, pemimpin partai politik maupun calon presiden, ternyata dari segala
itu yang paling dikedepankan adalah kepentingan pribadi, partai, ataupun
golongan ketimbang kepentingan masyarakat umum yang lebih luas.
Menuju kepada pemilihan presiden pada tahun 2009 yang diselenggarakan untuk
memilih presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2009-2014. Yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli
2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono berhasil menjadi pemenang
dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan
pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf
Kalla-Wiranto.[2]
Dari sinilah suatu permasalah timbul bahwa pada era kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono menjadi presiden sebelumnya telah banyak kritikan dan hujatan
untuk turun dari bangku kepresidenan. Akan tetapi kenapa masih dipercaya
masyarakat untuk menjadi presiden?. Dari sini juga menimbulkan suatu penelitian
yang menarik untuk dikaji menurut pendekatan dengan teori rational choice.
B.
Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang ada dilatar belakang
maka bisa diambil suatu pertanyaan yang hendak diteliti antara lain :
1. Kenapa masyarakat Indonesia masih mempercayai kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono untuk terpilih menjadi presiden ke-2 kalinya?
C.
Teori Rational Choice
Segala penjelasan yang menonjol kepada
kepentingan pribadi, kelompok atau dalam hal ini adalah partai dalam dunia
politik lahir pertama kalinya dari seorang ilmuwan ekonomi yaitu James
Buchanan. Ia memasukkan segala unsur-unsur ekonomis dalam perilaku para
politikus yang kemudian dikenal dengan sebutan “Teori Pilihan Rasional”
(Rational Choice Theory).[3]
Beliau mengatakan bahwa sebuah pilihan yang rasional jika seseorang terjun
kedunia politik terutama memperjuangkan kepentingan pribadinya. Perjuangan
kepentingan pribadi para politikus tersebut dapat mengakibatkan pertentangan
dengan kepentingan masyarakat atau mereka yang diwakilinya, akan tetapi dapat
juga berbuah suatu hal-hal yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.
Intisari dari teori pilihan rasional (rational
choice theory) adalah bahwa ketika dihadapkan pada beberapa jenis tindakan,
orang biasanya melakukan apa yang mereka yakini berkemungkinan mempunyai hasil
yang terbaik. Pilihan rasional muncul sebagai bagian revolusi behavioral dalam
ilmu politik di Amerika tahun 1950-an dan 1960-an dengan cara meneliti
bagaimana individu berperilaku dengan menggunakan metode empiris. Teori ini
telah menjadi pendekatan dominan terhadap ilmu politik. Pilihan rasional
bersumber dari metodologi ilmu politik, berkebalikan dengan para behaviouralis
yang bersumber dari sosiologi atau psikologi. [4]
Anthony Downs adalah pelopor dalam penerapan
teori rasional bagi perilaku pemilihan umum dan persaingan partai, dan karyanya
merevolusi studi pemilihan umum. Menurut Anthony Downs bahwa sang pemilih
rasional hanya menuruti kepentingannya sendiri atau apabila tidak, akan
senantiasa mendahulukan kepentingan sendiri (self interest) diatas
kepentingan orang lain atau biasa disebut dengan self-interest axiom[5].
Walaupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan orang yang egois. Manusia
bertindak egois, terutama dikarenakan keinginan untuk mengoptimalkan
kesejahteraan material mereka, yakni pemasukan atau harga benda mereka. Apabila
dikaitkan dengan dengan pemilihan umum kepada perilaku pemilih, maka ini
berarti pemilih yang rasional akan memilih partai yang dapat menjanjikan
keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak tertarik kepada konsep politis sebuah
partai saja, melainkan kepada keuntungan terbesar yang dapat ia peroleh apabila
partai tersebut dapat menduduki pemerintahan dibandingkan dengan partai lainnya[6].
Dalam teori pilihan rasional juga senada
dengan perilaku politik yaitu seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu
setelah mempertimbangkan untuk ruginya sejauh mana program-program yang
disodorkan oleh kandidat tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya
malah merugikan. Para pemilih cenderung akan memilih kandidar yang kerugiannya
paling minim. Dalam konteks teori ini sikap dan pilihan politik, tokoh-tokoh
populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara
rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para
pemilih untuk menilai seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak
mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.[7]
D. Pembahasan
1. Biografi dari Tiap Kandidat Capres dan Cawapres
a) Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono
Jendral TNI (Purn) Prof. Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono GCB AC lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 9
september 1949 adalah presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober
2004. Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti
Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan
kecerdasan intelektual.[8]
Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec lahir di Blitar,
Jawa Timur, 25 Februari 1943. Pendidikan tingginya di Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Setalah itu gelar Bachelor of Economics (Hons) diraihnya dari
Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian mendapat
gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Pada tahun 1979,
ia mendaoat gelar S3 (Ph.D) dalam bidang ekonomi dari Wharton school,
Universitas Pennsylvania. Beliau juga pernah menjabat menjadi menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 1998, Menteri Keuangan pada tahun 2001.[9]
b) Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto
Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati
Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Ia merupakan Presiden
wanita Indonesia pertama yang menjabat pada tanggal 23 juli 2001. Beliau pernah
menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam
bidang pertanian, selain itu juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (juga tidak sampai lulus).[10]
Letnan Jendral TNI (Purn) H. Prabowo Subianto
Djojohadikusumo lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951. Beliau adalah seorang
pengusaha, politisi, dan mantan perwira TNI Angkatan Darat. Ia menempuh
pendidikan dan jenjang karir militer selama 28 tahun sebelum berkecimpung dalam
bisnis dan politik. Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1970 dengan
mendaftar di Akademi Militer Magelang. Ia lulus pada tahun 1974 yaitu satu
tahun setelah Susilo Bambang Yudhoyono.[11]
c) Muhammad Jusuf Kalla dan Wiranto
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla atau sering
dipanggil JK lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal
15 Mei 1942. JK pernah menjadi Wakil Presiden pada Tahun 2004 yang bedampingan
dengan Susilo Bambang Yudhoyono. JK menjabat Menteri di era pemerintahan
Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4) tetapi diberhentikan dengan tuduhan
terlibat KKN. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordintor
Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati akan tetapi mengundurkan
diri dikarenakan maju sebagai calon wakil presiden.[12]
Jendral TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH lahir di
Yogyakarta 4 April 1947. Beliau adalah politikus Indonesia dan tokoh militer
Indonesia. Wiranto menjabat Panglima TNI periode 1998-1999. Wiranto pernah
menjadi ajudan Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan
presiden karir militer Wiranto semakin menanjak ketika ditunjuk sebagai kepala
Staf Kodam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KASAD.[13]
2. Pemilihan Presiden 2009
pada hari Sabtu, 25 Juli 2009, KPU menetapkan
hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2009 yang telah
diselenggarakan pada 22-23 Juli 2009. Hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan
tersebut adalah sebagai berikut: pasangan Megawati-Prabowo jumlah suara 32.548.105 presentase suara 26,79%, pasangan SBY-Boediono jumlah suara 73.874.562 presentase suara 60,80%, dan pasangan JK-Wiranto jumlah suara 15.081.814 presentase suara 12,41%.[14]
3. Analisis
Dari hasil pemilihan Presiden 2009 bahwa
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono memiliki presentase suara yang
cukup jauh dibandingkan dengan rivalnya. Dari sini sudah memberikan suatu
masukkan bahwa masyarkat Indonesia lebih mempercayai Susilo Bambang Yudhoyono
ketimbang 2 rivalnya tersebut. Apabila kalau dilihat dari pendekatan teori
pilihan rasional. Bahwa pemilih yang memilih SBY-Boediono lebih memberikan
kerugian yang lebih sedikit dibandingkan dengan rivalnya.Apabila melihat dari
sejarah kepribadian setiap calon maka bisa diambil suatu penjelasan kenapa
masyarakat masih mempercayai SBY sebagai Presiden Indonesia.
Terdapat perbandingan dalam pemilih yang
memilih SBY-Boediono ketimbang memilih rivalnya:
1. Sejarah era Presiden Megawati terdapat jejak hitam yang masih melekat
yaitu:
a) Menjual Telkomsel dan Indosat kepada TAMASEK Singapura. Megawati pernah
menjawab dikarenakan saat itu krisis padahal pada tahun 1998-1999 krisis itu
sudah terlewati. Telkomsel dan Indosat di jual pada tahun 2001an.
b) Menjual gas alam ke China. Padahal Indonesia adalah penghasil gas terbesar
di dunia.
c) Pencipta Sistem Outsource. Inilah adanya calo dari pihak ketiga yang
membuat buruh sedikit pendapatnya.
d) Melindungi koruptor. Seperti yang disebutkan Abraham Samad bahwa sejarah dulu
pemerintahan era Megawati banyak koruptor yang lepas dari tangan KPK.
e) Menjual Aset-aset strategis negara. Banyak aset yang dijual pada era
Megawati seperti kapal tanker pertamina, bank BCA yang dijual saham nya sebesar
5 triliun untuk 51% saham BCA, Bank International Indonesia, Bank Danamon dan
lain sebagainya.[15]
2. Pemerintahan Presiden SBY pada era 2004 sejumlah
kegagalan dan kekurangan yang masih terjadi adalah kepastian hukum belum
sepenuhnya terwujud, masih maraknya korupsi, birokrasi yang dianggap belum
mencerminkan good governance, kerusakan lingkungan hidup, infrastruktur
yang masih kurang memadai, serta biaya politik yang masih tinggi, terutama
dalam pilkada.
3. Masyarakat masih menganggap Jusuf Kalla sebagai korupsi selagi menjadi
Menteri di era Gus Dur. Seperti yang telah diterangkan diatas. Dari sini
mungkin cukup sulit untuk mendapatkan suara lebih dari lapisan masyarakat.
Terdapat adanya koalisi untuk memperkuat perolehan suara seperti Partai
Demokrat yang mengusungkan SBY dan Boediono merangkul 4 partai yang lolos
treshold yaitu PKS, PAN, PPP, PKB dan ditambah 19 partai lain yang tidak lolos
parlementary treshold seperti PBB, PDS, PKPP, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI,
Partai republikaN, Partai Patriot, PNBKI, PMB, Partai Pemuda Indonesia, Partai
Pelopor, Partai Kasih Demokrasi Indonesisa, Partai Indonesia Sejahtera, Partai
Perjuangan Indonesia Baru, dan Partai Demokrasi Indonesia.
Sedangkan dari kubu lain Partai Golkar berkoalisi dengan partai Hanura
untuk mengusungkan Jusuf Kalla dan Wiranto.
Dari kubu PDI-P berkoalisi dengan partai Gerindra mengusung pasangan
Megawati dan Prabowo (Mega Pro) dan mendapatkan dukungan juga dari 7 parpol
yang tidak lolos parleimentary treshold yaitu PNI Marheinisme, Partai Buruh,
Partai Karya Perjuangan, Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, Partai Serikat
Indonesia, dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia.[16]
Dari partai yang berkoalisi untuk calonnya memikirkan bahwa mencari
kemenangan besar atau mendapatkan kerugian yang kecil. Dari sepak terjang semua
kandidat calon Presiden, setiap partai telah memikirkan hasil yang akan
diperoleh dan dampak yang akan timbul. Dari penelitian ini bahwa lebih banyak
partai yang berkoalisi dengan kubu SBY-Boediono dibandingkan berkoalisi dengan
kubu Mega-Prabowo maupun JK-Wiranto.
E. Kesimpulan
Dari segala pemaparan diatas bahwa setiap
partai mempunyai kepentingan berdasarkan rasional dengan memikirkan tentang
keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan. Pihak SBY-Boediono menang dalam
Pilpres 2009 berdasarkan teori pilihan rasional sangat masuk akal apabila
ditinjau dari sejarah dan sepak terjang dari semua kandidat yang mengusulkan
diri untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2009 diakses pada tanggal 11 april 2015.
[4] Sufyan, M.Si, Teori dan Metode dalam Ilmu Politik, (Bandung, Nusa
Media, 2011) terj dari buku Marsh dan Gerry Soker. Hlm 76.
[5] Self- ineterest axiom adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
memaksimalkan keuntungan materi mereka sendiri dalam interaksi dan mengharapkan
orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dapat dilihat di
http://en.wikibooks.org/wiki/Bestiary_of_Behavioral_Economics/Self-Interest.
[7] https://bluean9el.wordpress.com/2011/11/22/rational-choice-theory-teori-pilihan-rasional/ diakses pada tanggal 11 April 2015.
[14] http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2009 diakses pada tanggal 11 april 2015.
[15] http://panduanmenarik.blogspot.com/2014/03/5-kesalahan-dan-dosa-megawati-pada.html diakses pada tanggal 11 april 2015.
[16] http://suluhnusantara.org/koalisi-partai-politik-di-indonesia-3/ diakses pada tanggal 11 april 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar