A. Pendahuluan
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan
persoalan yang masih banyak perdebatan sampai saat ini. Sebagian besar
masyarakat memandang bahwa seorang perempuan yang menjadi pemimpin tidak layak
karena mendahului kaum laki-laki, dan dilain pihak juga banyak yang juga
menentang karena permasalahan jender. Masyarakat juga banyak yang mendengar
wacana yang terdapat dalam Al-Qur’an bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan.
Sudah banyak penjelasan tentang kepemimpinan perempuan dalam artikel dan
buku-buku. Penulis pernah mendengar juga dari hadits bahwa suatu kaum akan
hancur apabila pemimpinnya berasal dari kaum perempuan.
Apabila kita melihat dari kata Plato bahwa
tidak ada namanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, dari segi
kemanusiaan. Karena apabila kaum perempuan hanya diibaratkan sebagai ibu rumah
tangga yang hanya mengurus suami dan mendidik anak saja maka, kaum perempuan
selau akan tertindas.[1]
Dalam realitas dikehidupan masyarakat bahwa perempuan yang bergerak dalam
politik masih kurang. Karena banyak yang beanggapan bahwa seorang perempuan
hanya mempunyai wewenang untuk menjadi seorang istri dan mendidik anak-anaknya
dirumah. Badaya patriarkhi yang mendominasi dalam kehidupan ini. Budaya
tersebut yang menganggap seorang perempuan sangat lemah, tidak bermanfaat dan doktrin ini yang
membelenggu sampai saat ini.
Persoalan kepemimpinan adalah persoalan yang
sangat penting dan strategis, karena sangat menentukan sebuah keluarga,
masyarakat, dan bangsa. Dari pada itu masalah ini cukup menarik untuk dikaji
lagi menurut perpektif Al-qur’an dan hadits. Agar makalah ini dapat memberi
pengetahuan dan menjadi sebuah ilmu agar tidak hanya mengetahui beradasarkan
omongan, wacana, dan potongan ayat yang tidak dimengerti tafsirannya.
B. PEMBAHASAN
Dalam sebuah buku terdapat ungkapan “antara
ada dan tiada” yang mengambarkan eksistensi perempuan sebelum datangnya Islam.
Berabad-abad lamanya, identitasnya tidak diakui sungguh-sungguh. Kehadiran
perempuan hanya digambarkan sebagai sebatas pelengkap kaum laki-laki saja.
Akhirnya pada muncul nya Islam dari pada itu perlahan-lahan hilanglah segala
praktik diskriminasi dalam kehidupan umat manusia. Islam datang membawa pesan
melalui Rasulullah untuk menegakkan keadilan dalam bentuk yang paling konkrit.
Semua watak diskriminatif yang berkembang subur dalam masyarakat jahiliyah pada
masa itu senantiasa bertahap dihapuskan.
Salah satu upaya fundamental dari Islam adalah
keputusannya untuk menyangkal pandangan diskriminatif terhadap manusia
berdasarkan jenis kelamin, dimana kaum perempuan sepanjang sejarah kemanusian
dipandang tidak berharga dibanding laki-laki. Islam telah menunjukkan bahwa
laki-laki dan perempuan dalam martabatnya sebagai manusia, baik pada tingkat
etika religius maupun tingkat fungsi sosial.[2]
Akan tetapi masyarakat Islam klasik belum bisa menerima kesetaraan jender dalam
arti yang sebenarnya, seperti kurang memberdayakan wanita dalam aktivitas
sosial apalagi kancah politik. Umumnya semua ulama klasik tidak mengizinkan
seorang perempuan untuk diangkat sebagai pemimpin pada semua aspek, hanya ulama
Abu Hanifah yang membolehkan wanita untuk menjadi hakim dalam menangani
perkara-perkara perdata dan perkara lain yang menyangkut harta.[3]
Ajaran Islam secara tegas menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan variabel yang tidak boleh diabaikan dalam pembangunan
keluarga, kelompok, masyarakat, bangsa, dan negara. Al-Qur’an telah banyak
memberikan gambaran tentang adanya hubungan positif antara pemimpin yang baik
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Seperti kisah nabi Yusuf yang
tercantum dalam Al-Qur’an :
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáÏÿym ÒOÎ=tæ ÇÎÎÈ
Artinya: berkata
Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".[4]
Dibawah kepemimpinan beliau, Mesir mampu
mempertahankan tingkat kemakmurannya meskipun kondisi perekonomian saat itu
berada pada posisi yang tidak menguntungkan akibat paceklik yang sangat
dahsyat, sehingga ketersediaan barang kebutuhan pokok menjadi terganggu. Dan
lebih dahsyatnya lagi pada zaman Rasulullah SAW yang mampu menciptakan revolusi
peradaban hanya dalam waktu 23 tahun. Rasulullah adalah tipikal pemimpin yang
luar biasa.[5]
Dari contoh diatas menunjukkan bahwa persoalan kepemimpinan bukan merpakan
persoalan kecil dalam kehidupan. Persoalan kepemimpinan adalah persoalan yang
serius yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Karena itu
ajaran Islam telah mengingatkan umatnya untuk berhati-hati dalam memilih
pemimpin, karena salah memilih pemimpin dan salah dalam meletakkannya, berarti
sama dengan turut berkontribusi dalam menciptakan kesengsaraan masyarakat.
Dari sudut tanggung jawab inilah kita melihat
kepemimpinan perempuan dan bukannya semata-mata dari sudut persamaan hak.
Kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab dan bukannya hak. Kepemimpinan
adalah untuk kemaslahatan pribadi, keluaraga, kelompok, masyarakat dan bangsa.
Dalam meninjau tentang kepemimpinan perempuan dilihat juga dari segala segi.
a) Kepemimpinan Perempuan dalam Keluarga
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah
SAW bersabda :
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
فَاْلأَمِيْرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ
رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَهِيَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْهُ وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ
سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ .(رواه مسلم عن ابن عمر).[6]
Artinya: ingatlah, bahwa setiap diri kalian adalah pemimpin dan kalian
akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang amir
(kepala negara) adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya, ia akan
dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah
pemimpin bagi rumah tangga dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya. Seorang budak (hamba sahaya) adalah pemimpin bagi harta
tuannya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Maka
ingatlah, bahwa setiap dari diri kalian adalah pemimpin, dan kalian akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian pimpin (H.R Muslim dari Ibnu
Umar).
Dari keterangan hadits diatas maka sesungguhnya
seorang perempuan adalah pemimpin dalam keluarganya bersama-sama dengan suami.
Kepemimpinan disini bersifat kolektif, yang saling melengkapi satu dengan yang
lainnya. Sesungguhnya Allah menggambarkan bahwa seorang suami dengan istri
ibarat pakaian yang saling menutupi dan melengkapi, sebagimana firman Allah:
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. cqçR$tFørB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçų»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tF2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKt ãNä3s9 äÝøsø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsø:$# ÏuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@ø©9$# 4 wur Æèdrçų»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ßrßãn «!$# xsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ã ª!$# ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 cqà)Gt ÇÊÑÐÈ
Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan
Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu
fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah
larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.[7]
Beginilah hubungan suami istri yang
diibaratkan seperti pakaian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, yang
tidak bisa lepas dengannya, yang merupakan kebutuhan, kapan dan dimana pun.
Masing-masing menjalankan kewajibannya dan bukan menuntut hak. Kepemimpinan
perempuan (istri) dalam keluarga diarahkan penguatan keluarga sebagai suatu
institusi pendidikan yang melahirkan generasi yang kuat. Karena itu dapat
disimpulkan bahwa tugas dan peran perempuan sebagai pemimpin dalam keluarga
adalah melahirkan dan membangun anak keturunan yang shaleh dan salehah.
Dalam kehidupan rumah tangga secara umum
lelaki memiliki keistimewaan dalam kestabilan emosi, berbeda dengan perempuan
yang setiap bulan mengalami menstruasi yang sedikit banyak memengaruhi tingkat
kestabilan emosi, disamping fisik lelaki yang kuat dan dia pula yang
berkewajiban menyiapkan biaya kehidupan rumah tangga, karena itu semua
laki-laki pada prinsipnya yang memimpin rumah tangga, yakni memimpinnya dengan
musyawarah dengan istri.[8]
b) Kepemimpinan Perempuan dalam Ibadah
Dalam kepemimpinan perempuan dalam ibadah
khususnya shalat. Apabila jamaah nya terdapat laki-laki dan perempuan, maka
yang harus menjadi imam adalah seorang laki-laki. Akan tetapi apabila jamaahnya
hanya dari kalangan perempuan saja, maka imam nya diperbolehkan dari perempuan.
Sebaiknya yang menjadi imam adalah laki-laki, karena sesungguhnya laki-laki diciptakan
sebagai imam untuk diikuti. Rasulullah SAW besabda :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ
فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
فَقُوْلُوا اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا
قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجَمَعُوْنَ. (رواه مسلم عن
ابن هريرة).
Artinya: sesungguhnya (seseorang)dijadikan sebagai imam (shalat) adalah
untuk diikuti. Jika dia takbir, maka bertakbirlah kalian, jika ia (imam) rukuk,
maka rukuklah kalian, jika imam mengucapkan (lafadz) sammi’allahu liman
hamidah, maka jawablah oleh kalian “rabbana walakal hamdu”. Jika imam shalat
(dalam keadaan) berdiri, maka shalatlah kalian berdiri, dan jika imam shalat
(dalam keadaan) duduk maka duduklah kalian secara berjamaah. (H.R Muslim
dari Abu Hurairah).[9]
Kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa
sesungguhnya perempuan boleh memimpin sebagai imam shalat asalkan jamaahnya
dari kaum perempuan. Apabila jamaahnya dari kaum laki-laki dan perempuan, maka
perempuan tidak boleh menjadi imam dan harus laki-laki yang menjadi imamnya.
c) Kepemimpinan Perempuan dalam Masyarakat
Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat
71 yang berbunyi :
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 crâßDù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# cqßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# cqè?÷sãur no4qx.¨9$# cqãèÏÜãur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷zy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îÍtã ÒOÅ3ym ÇÐÊÈ
Artinya: dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini menyatakan bahwa dalam tugas sosial
kemasyarakatan kaum perempuan dan kaum laki-laki harus saling membantu, saling
melengkapi dan saling tolong menolong. Tolong menolong dalam membangun
masyarakat yang sejahtera atas dasar ajaran islam. Karena itu kaum perempuan
diperbolehkan menjadi pemimpin didalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan
yang berguna bagi pembangunan masyarakat. Seperti menjadi kepala sekolah karena
dengan kepemimpinannya yang lembut dan berwibawa, diharapkan akan menjadikan
peserta didik yang lebih tenang.[10]
Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum perempuan, mereka mempunyai hak untuk
bekerja dan meduduki jabatan tertinggi. Yang menjadi persoalan hanyalah
kemampuan dan tanggung jawabnya. Adapun hadits yang menjelaskan tentang “tidak
beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan” ini masih
bersifat umum. Bahwasanya hadits ini asal mulanya ditujukan kepada masyarakat
Persia ketika zaman itu, bukan terhadap seluruh masyarakat dan dalam semua
urusan.[11]
Akan tetapi yang perlu diperhatikan ketika
kaum perempuan menjadi pemimpin dalam kegiatan-kegiatan sosial adalah kodrat
nya sebagai ibu rumah tangga karena tidak boleh meninggalkan kewajiban utama
nya sebagai ibu rumah tangga yang menciptakan dan mendidik generasi yang baik.
d) Kepemimpinan Perempuan dalam Negara
Allah SWT berfirman dalam surat an-Naml ayat
23-24 yang berbunyi :
ÎoTÎ) Ny`ur Zor&tøB$# öNßgà6Î=ôJs? ôMuÏ?ré&ur `ÏB Èe@à2 &äóÓx« $olm;ur î¸ötã ÒOÏàtã ÇËÌÈ $yg?y`ur $ygtBöqs%ur tbrßàfó¡o ħôJ¤±=Ï9 `ÏB Èbrß «!$# z`yur ãNßgs9 ß`»sÜø¤±9$# öNßgn=»yJôãr& öNèd£|Ásù Ç`tã È@Î6¡¡9$# ôMßgsù w tbrßtGôgt ÇËÍÈ
Artinya: Sesungguhnya
aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta
mempunyai singgasana yang besar. Aku (burung hud) mendapati
Dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan
mereka memandang indah perbuatan-perbuatan (buruk) mereka
lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat
petunjuk,
Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an memuji
kepemimpinan Ratu Bilqis dan kebijaksaannya. Pada prinsip siapa yang mampu maka
dialah yang wajar untuk memimpin. Walaupun pada dasarnya kepemimpinan Ratu
Bilqis tidak baik karena segala perbuatan nya yang baik ditutupi oleh
keimanannya yang menyembah matahari.[12]
Pada ayat ini pula, dijelaskan kegagalan Ratu Bilqis dalam masalah ketauhidan.
Ratu Bilqis dan kaumnya tidak beriman kepada Allah SWT, bahkan mereka menyembah
matahari.
Dalam membangun masyarakat yang baik juga
harus berlandaskan dengan keimanan yang kuat. Karena apabila tidak berlandaskan
dengan keimanan dan ketauhidan yang kuat maka akan berdampak kepada pembangunan
suatu negara itu sendiri. Di hadits Rasulullah SAW bersabda :
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْ أَمْرَهُمْ امْرَأَةً. (رواه
الترمذي عن أبي بكرة)
Artinya: Tidak akan pernah beruntung (sukses) suatu kaum (bangsa), yang
menyerahkan segala urusannya (dipimpin) pada perempuan. (H.R at-Tirmidzi
dari Abu Bakar).
Meskipun banyak perbedaan penafsiran terhadap
hadits ini, akan tetapi apabila dipikir dengan logika bahwa suatu kepemimpinan
dalam suatu negara tidak sepantasnya perempuan, karena dari tugas dan tanggung
jawabnya sangat besar. Seorang kepala negara harus bisa memantau rakyatnya, dan
memeriksa kondisi rakyatnya. Bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah bisa tidur
nyenyak apabila belum memastikan masyarakatnya tidur dengan nyenyak. Bahkan hal
tersebut beliau lakukan sampai ajalnya datang. Karena itu Rasulullah SAW mengingatkan
bahwa pemimpin yang baik dan adil akan menjadi salah satu dari tujuh golongan
yang akan mendapatkan naungan dan perlindungan Allah SWT dihari kiamat nanti.
Pemimpin kepala negara juga haruslah orang
yang memiliki pengetahuan yang luas dan kesehatan jasmani yang prima, agar
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti yang telah tertulis di
Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 247 yang berbunyi :
tA$s%ur óOßgs9 óOßgÎ;tR ¨bÎ) ©!$# ôs% y]yèt/ öNà6s9 Vqä9$sÛ %Z3Î=tB 4 (#þqä9$s% 4¯Tr& ãbqä3t ã&s! Ûù=ßJø9$# $uZøn=tã ß`øtwUur ,ymr& Å7ù=ßJø9$$Î/ çm÷ZÏB öNs9ur |N÷sã Zpyèy ÆÏiB ÉA$yJø9$# 4 tA$s% ¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çny#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur ( ª!$#ur ÎA÷sã ¼çmx6ù=ãB ÆtB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇËÍÐÈ
Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah
telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana
Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi
(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa." Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas
pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.
C. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa
sesungguhnya akan lebih baik dan memberi kemaslahatan bagi setiap orang apabila
suatu kepemimpinan dipimpin oleh laki-laki yang adil, jujur, tegas, berwibawa,
berpihak kepada kepentingan masyarakat, memiliki pengetahuan yang luas agar
dapat menjadi pemimpin yang baik.
[3]http://jendelagender.blogspot.com/2013/11/kondisi-perempuan-pra-islam.html diakses pada tanggal 22 November 2014
[5] Muchlis M. Hanafi, Kedudukan dan Peran Perempuan (Jakarta :
Direktorat Urusan Agama dan Pembinaan Islam Kementerian Agama RI, 2012), hlm
48-49.
[8] M.Quraish Shihab, 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui,
(Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm 197-198.
[9] Muchlis M. Hanafi, Kedudukan dan Peran Perempuan (Jakarta :
Direktorat Urusan Agama dan Pembinaan Islam Kementerian Agama RI, 2012), hlm
63-65.
[12] M.Quraish Shihab, 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui,
(Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm 198.