Selasa, 23 Februari 2016

KONTRIBUSI PEMERINTAH DAN MAHASISWA DALAM KASUS KEBAKARAN HUTAN

A.    PENDAHULUAN
Di era globalisasi saat ini banyak sekali pengaruh yang menciptakan civil society melemah. Banyak faktor yang menjadi dasar terjadinya kelemahan civil society didalam masyarakat. Globalisasi membuat masyarakat Indonesia harus siap dengan segala masuknya pengaruh dari luar kedalam kehidupan bangsa. Perkembangan globalisasi banyak menimbulkan dampak negatif. Yaitu : pertama, informasi tidak terkendali. Tidak semua informasi yang didapatkan baik untuk setiap orang ada juga yang tidak baik untuk kepribadian orang juga. Era globalisasi memberi kemudahan bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi yang lebih mudah tapi yang disayangkan adalah informasi tidak semuanya yang didengar sesuai.
Kedua, Westernisasi atau ala kebarat-baratan. Hilangnya budaya Indonesia juga akibat dari globalisasi yang ada. Banyak warga Indonesia malah meniru dengan kebudayaan yang ada diluar Indonesia yang bukan menjadi kebudayaan yang cocok bagi warga Indonesia. Ketiga, sikap individualisme, di era globalisasi banyak yang memberikan kenyamanan dalam bagi setiap warga dalam bersosialisasi melalui alat teknologi eletronik. Akan tetapi hal inilah yang memberikan dampak lain dikarenakan tidak merasa membutuhkan bantuan manusia lagi. Inilah yang menyebabkan individualistik yang terjadi padahal seperti yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dengan yang lainnya.
Keempat, kesenjangan sosial semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan misalnya orang kaya dan orang miskin. Globalisasi membuka peluang bagi orang yang berpendidikan akan tetapi tidak memberikan seperti orang miskin yang mana membuat orang miskin semakin sulit untuk bertahan hidup.[1] Apabila dilihat dari keempat dampak ini maka kelihatan Indonesia tidak siap dengan era globalisasi yang terjadi di Indonesia. Banyak yang harus lebih diperhatikan lagi apalagi sosialisasi antar warga negara.
Tiap orang menginginkan mempunyai negara yang seperti apa yang diangankan. Akan tetapi, gerakan tiap orang untuk itu sangat minim. Dalam buku yang ditulis Anthony Gramsci, dalam kaitannya dengan proses historis dalam evolusi negara modern adalah caranya mendidik mayoritas masyarakat untuk menyetujui kekuasaan dalam negara. Gramsci memandang bahwa politik berlangsung pada level ideologi-ideologi yang mana ideologi tersebut berpijak pada organisasi-organisasi sosial. Segala yang dilakukan warga negara akan tergantung kepada konsepsi diri mereka atau pandangan dunianya.[2]
Di perguruan tinggi, mahasiswa adalah sebagai akademisi yang akan menciptakan perubahan bagi Indonesia kedepannya. Segala bentuk aksi yang dilakukan oleh mahasiswa tidak lain untuk memberikan perubahan dalam Indonesia. Permasalahan yang terjadi di Indonesia bisa terselesaikan jika segala yang dilakukan oleh mahasiswa dapat diapresiasikan oleh pemerintah. Banyak kasus di Indonesia yang memberikan dampak positif salah satu contohnya adalah toleransi dalam bencana di Indonesia. Bencana yang terjadi di Indonesia misalnya bencana gunung merapi meletus pada tanggal 26 oktober 2010, asap akibat pembakaran hutan di Riau, ataupun bencana lainnya. Bencana yang terjadi bukan hanya menjadi tanggungan buat pemerintah Indonesia saja melainkan seluruh warga negara Indonesia.
Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Karena itu setiap pemuda khususnya mahasiswa adalah aktor-aktor penting yang akan mewujudkan cita-cita pencerahan kehidupan bangsa Indonesia dimasa depan. Mahasiswa sangat memiliki potensi untuk ikut serta menangani bencana alam di Indonesia. Bekal dari akademik yang dipelajari mahasiswa terbukti paling peduli terhadap persoalan negara ini.[3] Segala persoalan yang di hadapi negara ini apabila ada ikut campur dengan mahasiswa bisa mengurangi beban dan juga dapat memberikan solusi yang baik bagi negara Indonesia.
Apabila dilihat relevansi mahasiswa dalam pemberdayaan civil society di negara ini, mahasiswa sebagai kelompok yang strategis di masyarakat Indonesia memiki potensi yang cukup besar dan peluang yang cukup luas. Kemampuan analisa yang dimiliki oleh mahasiswa yang tinggi menjadi sebuah modal utama. Demikian juga solidaritas yang dimiliki oleh mahasiswa baik itu dalam kampus maupun diluar kampus.[4]
Mahasiswa memberikan banyak sumbangsih dalam masalah bencana di Indonesia baik itu dalam bentuk materil atau menjadi relawan.  Nilai-nilai toleransi sesama warga inilah yang hampir hilang di Indonesia era globalisasi. Seperti kasus yang terjadi belakangan ini akibat pembakaran hutan yang terjadi di Riau. Banyak dampak negatif yang terjadi akibat permasalahan ini. Tidak hanya daerah Riau yang mengalami penderitaan akan tetapi daerah sekelilingnya juga ikut mengalami penderitaan begitu juga negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore.
Permasalahan ini yang menarik untuk dikaji lebih dalam lagi akibat pembakaran hutan dan juga apa tanggapan pemerintah Indonesia. Bagaimanakah peran mahasiswa dalam permasalahan ini khususnya mahasiswa Riau yang tidak mengalami asap hasil pembakaran dikarenakan sedang berpendidikan di luar kota.




B.     PEMBAHASAN
1)      Faktor Kebakaran Hutan dan Undang-Undang
Kebakaran hutan di Indonesia selalu terjadi pada musim kemarau, yaitu pada bulan agustus, september, dan oktober atau juga pada masa peralihan (transisi). Wilayah hutan di Indonesia yang sangat berpotensi terbakar antara lain di pulau Sumatera (seperti Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan juga Sumatera Selatan) dan di pulau Kalimantan (seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan juga Kalimantan Selatan). Pulau-pulau ini masih dibilang cukup luas dengan hutan yang dimilikinya. Ada dua faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yaitu:
1.      Karena faktor kelalaian manusia yang sedang melaksanakan aktivitas di dalam hutan. Misalnya akibat puntung rokok atau juga pembakaran sampah yang didalam hutan yang ditinggalkan.
2.      Karena faktor kesengajaan. Faktor ini yang paling menjadi faktor paling sering ditemukan dalam pembakaran hutan di Indonesia. Oknum yang melakukan tidak memikirkan dampak yang terjadi akibat pembakaran yang dilakukannya. Kesengajaan manusia yang ingin membuka lahan dan perkebunan dengan cara membakar. Walaupun cara ini lebih efisien dan lebih mengeluarkan biaya sedikit akan tetapi dampaknya sangat besar.
Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Asap kebakaran hutan dapat menganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan berbagai banyak penyakit seperti infeksi saluran pernafasan (ispa) dan juga mengganggu kelancaran transportasi yang diakibatkan asap yang tebal. Kebakaran hutan yang luas dapat mengganggu masyarkat negara tetangga juga apabila tidak dapat terselesaikan maka bisa berakibat nilai negatif dari masyrakat internasional terhadap pemerintah Indonesia.[5]
Kebakaran hutan di Indonesia sebenarnya terjadi akibat adanya tiga faktor utama yaitu: kondisi bahan bakar, iklim, dan sosial budaya masyarakat. Kondisi bahan bakar akibat kadar air yang relatif rendah dikarenakan cuaca panas bekepanjangan menjadi rawan dengan adanya kebakaran begitu juga dengan iklim. Iklim yang panas dapat memudahkan terjadinya kebakaran dihutan karena kekeringan. Suhu panas yang tinggi membuat mudahnya terjadi kebakaran. Sosial budaya juga dapat menjadi penyebab kebakaran. Contohnya bahwa membakar hutan gambut dapat membuat tanah disekitar lahan akan semakin subur.
Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai peran terhadap adanya kebakaran hutan. Faktor penyebabnya antara lain:
1.      Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan
Masyarakat yang berada disekitar hutan kerap seringkali menggunakan api untuk persiapan lahan. Perbedaan biaya menjadi faktor utama dikarenakan dengan membakar hutan lebih efisien dalam pembukaan lahan baru dibanding dengan dibabat menggunakan alat-alat berat. Metode dengan penggunaan api juga dapat lebih cepat dari segi waktu.
2.      Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan
Berbagai konflik yang sering kali terjadi di masyarakat kawasan hutan atas kekecewaan masyarakat dengan pengelola hutan yang tidak memberikan manfaar ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas masyarakat ini banyak yang bertindak anarkis salah satunya dengan membakar hutan akibat dampak kekecewaan masyarakat.
3.      Pembalakan liar atau illegal logging
Pembalakan liar atau sering disebut dengan penebangan liar menjadi faktor pemicu adanya kebakaran. Sisa dari pembalakan liar seperti daun, ranting dan lain sebagainya akan dibiarkan dan menimbun di hutan dan semakin lama akan mengering dengan fakor cuaca yang panas. Sisa hasil pembalakan liar ini kerap menjadi potensi terjadinya kebakaran hutan.
4.      Kebutuhan akan hijauan makanan ternak (HMT)
Kebutuhan HMT bagi kehidupan sangat menjadi faktor untuk memberikan kehidupan bagi masyarakat kawasan hutan. Pengembala untuk mendapatkan HMT seringkali membakar lahan, hal ini dimaksudkan agar setelah padang rumput yang telah habis di bakar maka akan tumbuh rumput yang lebih bagus dari sebelumnya.
5.      Perambahan hutan
Perambahan hutan akibat bertambahnya penduduk juga menjadi penyebab kebakaran hutan. Agar tercukupi kebutuhan hidup maka akan memperluas lahan garapannya.[6]
Dari ketiga faktor yang terjadi diatas faktor sosial budaya masyarakat menjadi hal yang kerap terjadi. Padahal dari pasal 69 UU No.32 tahun 2009 terdapat pernyataan yang berbunyi “setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.[7] Hal ini telah tercantum dalam undang-undang, akan tetapi masih saja ada perusahaan yang ingin membuka lahan dengan cara membakar.
Sanksi yang telah ada di Undang-Undang cukuplah berat, akan tetapi hukum sulit untuk ditegakkan di Indonesia. Dalam pasal 108 Undang-undang no. 32 tahun 2009 berbunyi “setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliyar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.0000.000.000,00 (sepuluh miliyar rupiah)”.[8]
Dalam Undang-undang no. 32 tahun 2009 khususnya dalam pasal 69 terdapat pengecualian seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang mekanisme pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup berkaitan dengan kebakaran hutan/lahan. Dalam pasal ini ada izin pembakaran hutan yang terdapat pada pasal 4. Ayat (1) “masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar perkepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa. Ayat (2) “kepala desa menyampaikan pemberitahuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/ kota. Akan tetapi perizinan ini tidak diperbolehkan apabila dalam keadaan curah hujan yang dibawah normal ataupun musim kemarau panjang dan iklim kering.[9]
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang dijelaskan diatas memberikan izin kepada masyarakat di kawasan hutan untuk diperbolehkan membakar hutan dengan syarat yaitu harus izin kepada kepala desa, membakar lahan maksimum hanya dua hektar dan juga harus melihat iklim yang terjadi. Apabila ini dilanggar maka harus mendapatkan sanksi seperti yang telah terdapat pada pasal 108 UU no. 32 tahun 2009.
2)      Tanggapan Pemerintah
Indonesia walaupun sudah memiliki hukum terkait dengan kebakaran hutan yang didalamnya terdapat melindungi hutan dan membatasi pembakaran pertanian namum masih sulit untuk ditegakkan aturan itu beserta sanksi yang ada. Hal ini menuju kepada korupsi yang ada didalamnya. Pemerintah yang dibayar oleh pengusaha untuk dapat memberikan izin dan tutup mulut dalam masalah pembakaran hutan. Sebenarnya penanggulangan kebakaran sudah ada sejak tahun 1997 pada era jendral Soeharto yang mana dana untuk reboisasi tersebut dialokasikan kepada produsen mobil milik anaknya. Dan sampai saat ini pemerintah masih belum memberikan sanksi yang tegas kepada tersangka pembakaran hutan.[10]
Kebakaran hutan selalu terjadi disaat iklim dalam masa kemarau. Sebenarnya pada masa hujan masalah kebakaran hutan sedikit pemerintah harusnya menyelidiki dan mempunyai program agar disaat musim kemarau tidak ada terjadi pembakaran hutan. Undang-undang yang ada seharusnya ditegakkan dan dijalankan. Karena dampak kebakaran sangat luas dan juga memberikan kerugian bagi negara juga.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam menangani masalah ini. Beberapa peraturan yang dilahirkan menekankan sanksi yang berat bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan. UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan, UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta PP No. 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan yang telah direvisi dengan PP No. 60 tahun 2009.[11] Semua yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan kebakaran sudah dilakukan, akan tetapi balik lagi kepada hukum. Penanggulangan yang diberikan oleh pemerintah untuk melarang pembakaran hutan tidak akan memberikan efek dikarenakan hukum yang kurang ditegakkan.
Kebijakan yang diberikan oleh pemerintah bersifat represif daripada preventif. Akan tetapi kebijakan represif ini tidak bisa diimplementasikan dengan sungguh-sungguh. Itu menjadikan setiap pelaku pembakaran tidak jera dengan sanksi dan akan mengulanginya lagi. Apabila kebijakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat maka mungkin dapat berdampak kurangnya pembakaran hutan yang terjadi. Dikarenakan masyarakat dapat mempunyai pendapatan lain dari pada pendapatan dari pembakaran hutan.
3)      Tanggapan Mahasiswa
Kebakaran hutan memberikan pengaruh juga terhadap mahasiswa yang merasa resah. Banyak hal yang dilakukan mahasiswa untuk masalah kebakaran hutan ini. Dari pengumpulan dana bagi korban kebakaran hutan, diskusi terkait masalah kebakaran hutan, menjadi relawan untuk menanggulangi masalah kebakaran hutan.  Solidaritas mahasiswa dalam permasalahan ini memberikan suatu contoh yang baik. Solidaritas mahasiswa ini terjadi karena nasionalisme yang tinggi untuk membangun civil society dalam kehidupan berbangsa.
Dalam hal ini kejadian kebakaran hutan di Riau dirasakan juga oleh mahasiswa dari Riau yang sedang menjalankan pendidikan di luar Riau. Mahasiswa ini tidak merasakan dampak asap dari kebakaran hutan akan tetapi keluarga merekalah yang merasakannya. Banyak yang dilakukan mahasiswa dari Riau untuk memberikan sumbangsih untuk masalah kebakaran ini.
Pada tanggal 11 maret 2014, mahasiswa Riau yang tergabung dalam aliansi Mahasiswa Riau Peduli menggelar aksi di titik nol KM Yogyakarta, dalam orasinya mahasiswa meminta tiga hal yaitu :
1.      Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat melalui Presiden segera cepat tanggap menanggulangi bencana kabut asap yang terjadi di Provinsi Riau.
2.      Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah pusat segera menindak tegas Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan diminta untuk bertanggung jawab atas kabut asap yang membahayakan kesehatan masyarakat.
3.      Agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat segera mencabut izin operasional Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam aksi pembakaran hutan di Provinsi Riau.
Dalam orasi mahasiswa Riau ini menganggap Pemerintah Pusat terdapat diskriminasi kepada Provinsi Riau. Dalam tujuan gerakan mahasiswa ini bukan semata-mata hanya untuk mencari popularitas dalam mata masyarakat di Indonesia melainkan adalah untuk kesadaran sosial. Kesadaran sosial dimaksudkan untuk memberikan kepekaan bagi masyarakat lain dalam pengertian akan kehidupan dan keadaan yang dialami masyarakat Indonesia maka dari itu komunikasi antar masyarakat dilakukan dengan bantuan mahasiswa.
Permasalahan bencana di Indonesia menjadi tanggung jawab bagi setiap warga negara Indonesia. Mahasiswa memberikan sumbangsih untuk mengerti akan keadaan yang dialami Indonesia. Mahasiswa memberikan sumbangsih dalam bencana salah satunya adalah sumbangan bencana alam yang dilakukan mahasiswa di tempat-tempat tertentu. Akan tetapi masyarakat masih belum percaya sepenuhnya dengan gerakan mahasiswa ini. Banyak yang berfikiran bahwa sumbangan yang dilakukan oleh mahasiswa semuanya tidak sampe kepada yang berkepentingan, melainkan untuk diri mahasiswa sendiri, memang benar adanya itu tetapi balik lagi dengan pemikiran kita.
Tujuan asli dari orasi dan gerakan mahasiswa ini bukan hanya untuk aksi kumpul-kumpul saja, melainkan juga memberikan kontribusi untuk lapisan masyarakat khususnya pemerintahan. Pemerintahan akan berjalan kejalannya apabila ada yang selalu melihat dan memantau gerakannya. Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri maka daripada itu harus ada yang mendampinginya baik itu masyarakat umum meliputi nitizen maupun mahasiswa.

C.    KESIMPULAN
Kebakaran hutan adalah bencana yang selalu terjadi di negara Indonesia. Tidak bisa dipungkiri kebakaran hutan kerap menjadi keresahan setiap masyarakat yang ada disekelilingnya. Kebakaran hutan memberikan banyak pegaruh yang berbentuk negatif masalah kehidupan sehari-hari khususnya untuk kesehatan. Banyak yang sudah dilakukan untuk menghindari masalah kebakaran hutan baik itu kebijakan pemerintah, maupun demontrasi mahasiswa terhadap kebakaran hutan. Semua hal ini telah diterapkan dan dilakukan.
Masalah kebakaran hutan diharuskan memberikan suatu solusi agar tidak akan timbul lagi dalam kehidupan. Cara satu-satunya adalah memberikan sanksi yang berat dan harus dijalankan bukan sanksi yang hanya ditulis dalam peraturan saja.



D.    DAFTAR PUSTAKA
A.s Hikam, Muhammad, 2000,  Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society, Jakarta, Erlangga.
Bahri, Samsul, 2002, Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya dengan TMC, jurnal sains dan teknologi modifikasi cuaca , vol 3, no 2.
Beilharz, Peter, 2005, Teori-Teori Sosial, terj, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Nurhayati Qodriyatun, Sri, 2014, Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan, jakarta, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI.
Rasyid, Fachmi, 2014 Permasalah dan Dampak Kebakaran Hutan, Banten, Jurnal Lingkar Widyaiswara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.



[1] Lihat di Dampak Positif dan Negatif Globalisasi terhadap bangsa Indonesia di web http://www.invonesia.com/ pada tahun 2013 diakses pada tanggal 19 Desember 2015.
[2] Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial, terj (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005) hlm 203-205.
[4] Muhammad A.s Hikam, Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society, (Jakarta, Erlangga, 2000) hlm 140.
[5] Samsul Bahri, Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya dengan TMC, jurnal sains dan teknologi modifikasi cuaca , vol 3, no 2, tahun 2002.
[6] Fachmi Rasyid, Permasalah dan Dampak Kebakaran Hutan, (Banten, Jurnal Lingkar Widyaiswara, 2014), diterbitkan pada 7Desember 2014.
[7] Lihat di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
[8] Ibid.
[10] Lihat di http://world.mongabay.com/indonesian/pemerintah.html diakses pada tanggal 23 desember 2015.
[11] Sri Nurhayati Qodriyatun, Kebijakan Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan, (jakarta, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar