Selasa, 23 Februari 2016

kekerasan HAM terhadap Palestina

A.    LATAR BELAKANG
Masalah hak asasi manusia termasuk masalah yang sangat dilihat oleh lapisan masyarakat. Setiap orang mempunyai hak asasi yang ingin diakui. Masalah hak asasi manusia juga merupakan isu internasional dan menjadi bahan perbincangan yang sangat menonjol. Hal ini bukan hanya teori belaka akan tetapi harus memerlukan perhatian yang kritis, karena masalah hak asasi manusia sangat berpengaruh kedalam kehidupan setiap lapisan masyarakat yang hidup di bumi ini.
Hak asasi manusia (HAM) merupakan landasan bagi kebebasan, keadilan, dan kedamaian. HAM menyangkut semua aspek yang dibutuhkan manusia untuk tetap menjadi manusia, baik dari kehidupan sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Oleh karena itu secara konseptual, HAM mengandung ciri-ciri yaitu:
1.      HAM tidak perlu diberikan ataupun diwarisi. HAM adalah suatu yang dimiliki karena sifat kemanusiaan kita, sehingga dengan sendirinya kita mempunyai hak asasi. Dengan demikian HAM adalah bagian yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia.
2.      HAM berlaku untuk semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnisitas, pandangan politik, atau status sosial dan ekonomi, serta asal bangsa. Tiap manusia lahir dengan harkat dan martabat yang sama. HAM bersifat universal karena semua orang di seluruh dunia memiliki hak asasi yang sama.
3.      HAM tidak dapat dilanggar, tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM, walaupun negara seringkali menetapkan keputusan hukum yang tidak melindunginya atau bahkan melanggarnya.[1]
 Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Hak-hak asasi manusia pada dasarnya merupakan hak yang kodrati yang diperolehnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran manusia terhadap hak-hak asasinya semakin tampak diinsyafi bila manusia telah saling berhubungan antara satu dengan lain di dalam pergaulan masyarakat dan lebih-lebih lagi bila menghadapi kekuasaan negara. Oleh karena itu perjalanan sejarah antar manusia dan bangsa terhadap hak asasi tidak terlepas dari sejarah perkembangan pasang surut keadaan manusia terhadap hak-hak asasinya.[2]
 Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapapun bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir dan hadir dalam kehidupan bermasyarakat, memiliki hak-hak asasi. Hak-hak asasi itu merupakan hak-hak dasar yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di permukaan bumi. Hak asasi manusia itu berlaku tanpa adanya perbedaan atas dasar keyakinan agama atau kepercayaan, suku bangsa, ras dan jenis kelamin dan status sosial.  Karena itu hak-hak asasi manusia itu mempunyai sifat-sifat suci, luhur dan universal.
Akan tetapi tidak semua negara yang mengangkat hak asasi manusia. Banyak negara yang mengabaikan tentang hak asasi manusia. Seperti contoh pelanggaran ham di Cairo, pelanggaran ham yang dilakukan Adolf Hitler semasa menjabat sebagai kanselir Jerman. Kekuasaan dapat menentang adanya ham di negara. Dari makalah ini saya akan mengambil tema pelanggaran ham yang terjadi pada masa konflik Israel dan Palestina. Banyak hal yang menarik dalam konflik ini. Padahal deklarasi ham sudah ada akan tetapi konflik ini tidak ada habisnya.
Konflik Palestina – Israel menurut sejarah sudah 44 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Sebelumnya Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour tahun 1917 yang menjanjikan sebuah negara bangsa Yahudi di Palestina, dengan menghormati hak-hak umat non-Yahudi di Palestina.1 Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan, ditambah lagi terjadi ketidaksepakatan tentang masa depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri hingga jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain.
Konflik Israel-Palestina seringkali dipahami sebagai konflik Yahudi-Islam dan hal ini berhasil mensugesti hampir seluruh dunia Islam untuk membenci Yahudi. Sikap anti-pati terhadap Yahudi di kalangan mayoritas Islam bahkan telah ditanamkan demikian mengakar mulai dari lingkungan keluarga hingga institusi pendidikan Islam. Hingga terjadi konflik Israel- Palestina yang dalam banyak hal dipandang sebagai konflik Yahudi-Islam, analisis tentang masalah politik sebagai pemicu konflik juga banyak digulirkan berbagai pihak. Konflik ini misalnya, merupakan konflik yang dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang bertikai.[3]

B.     RUMUSAN MASALAH
Dalam uraian diatas maka dapat diambil suatu pertanyaan yaitu:
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara Israel dan Palestina?
2.      Bagaimanakan bentuk-bentuk pelanggaran ham yang dilakukan Israel kepada penduduk sipil Palestina?
C.    PEMBAHASAN
Sejak negara Israel lahir secara ilegal, rakyat Palestina dan tanah Palestina telah menjadi subyek dari pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran yang dilakukan oleh Israel. Konflik yang berkepanjangan yang disebabkan oleh pendudukan Israel sampai sekarang (2011) telah menghasilkan tidak hanya krisis politik, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan dan kejahatan besar terhadap kemanusiaan.
Khususnya di Jalur Gaza. Blokade atau pengepungan Jalur Gaza sejak tahun 2006 dan tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh Israel seperti Operasi Cast Lead pada 27 Desember 2008-18 Januari 2009 dan intersepsi bantuan kemanusiaan armada Kebebasan (Freedom Flotilla) yang merupakan kejahatan hak asasi manusia dan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949. Menurut Konvensi Jenewa, penduduk sipil dan pejuang yang sakit atau menjadi Tahanan Perang (Prisoner of War) jelas bukan target militer. Oleh karena itu, harus dilindungi oleh kekuatan pelindung.[4]
Orang-orang Palestina yang hidup di tenda-tenda pengungsian menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan. Mereka hanya bisa menggunakan air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya, dan berjalan bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah. Bagi mereka yang pergi bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp pengungsian, perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari lima belas menit saja. Akan tetapi, kejadiannya sering berubah menjadi mimpi buruk karena pemeriksaan identitas di tempat-tempat pemeriksaan yang sering dilakukan, di mana para tentara yang bertugas melakukan kepada mereka pelecehan, penghinaan, dan perendahan. Mereka tidak dapat berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya tanpa passport. Dan karena tentara-tentara Israel sering menutup jalan dengan alasan keamanan, orang-orang Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang ingin mereka tuju, atau bahkan untuk menuju rumah sakit ketika mereka jatuh sakit. Bahkan, orang-orang yang hidup di tenda-tenda pengungsian tiap hari hidup dalam rasa takut akan dibom, dibunuh, dilukai, dan ditahan, karena pemukiman orang-orang Yahudi.
Konflik Palestina – Israel menurut sejarah sudah 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania).. Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Ditambah lagi terjadi ketidak sepakatan tentang masa depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri. [5]
Banyak sekali pelanggaran ham yang dilakukan oleh Israel. Terdapat bukti pelanggaran yang dilakukan oleh angkatan pertahanan Israel (IDF):
1.      Pembunuhan yang disengaja
2.      Penyiksaan dan perlawanan secara tidak manusiawi
3.      Dengan sengaja menyebabkan penderitaan besar atau cedera serius pada tubuh dan kesehatan,
4.      Menyita secara tidak sah properti milik Freedom Frotilla.
Dari semua pelanggaran yang dilakukan Israel, terdapat beberapa hak yang dijamin dalam hukum hak asasi manusia internasional yaitu:
1.      Hak untuk hidup.  Yang terdapat dalam pasal 6 konvenan internasional[6]tentang hak sipil dan politik (ICCPR) “perlindungan hak hidup”,
2.      Penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau tindakan merendahkan atau hukuman. Terdapat dalam pasal 7 ICCPR dan konvensi menentang penyiksaan (CAT)[7] “larangan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia”,
3.      Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi dan kebebasan dari penangkapan sewenang-wenang atau penahanan. Terdapat dalam pasal 9 ICCPR “larangan penahanan atau penangkapan secara sewenang-wenang”,
4.      Hak tahanan harus diperlakukan secara manusiawi dan menghormati martabat yang melekat pada manusia. Terdapat dalam pasal 10 ICCPR “hak semua orang yang berasal dari kebebasannya untuk diperlakukan secara manusiawi”,
5.      Kebebasan berekspresi. Terdapat dalam pasal 19 ICCPR”kebebasan berekspresi dan berpendapat dan kebebasan untuk mencari dan menerima informasi”,
6.      Hak atas pemulihan yang efektif[8]
Pelanggaran ham yang dilakukan Israel tampaknya diabaikan oleh pengadilan Internasional. Bagaimana tidak, semua yang dilakukan Israel tidak ada tanggapan sama sekali, hanya meliput semua aktifitas yang dilakukan Israel.
Tudingan bahwa “Israel is the Real Terrorist” memberikan pembenaran terhadap penggunaan istilah Israel sebagai Negara terorisme (State Terrorism) sepertinya masuk akal. Sikap pembangkannya terhadap kesepakatan kesepakatan atas perjanjian internasional, juga karena berlapis-lapisnya perilaku negara dalam tindakan kejahatan Israel terhadap Palestina. Misalnya, kejahatan jenosida (genocide) kejahatan perang (war crime), kejahatan kemanusiaan (crime against humanity), dan kejahatan agresi yang mengancam perdamaian dan tata tertib dunia (crime of aggression that threatens world peace). Sekaligus tindakan dan kebijakan pemerinthan Israel yang bertentangan dengan nilai-nilai universal HAM tidak dapat dipungkiri.
Ada beberapa alasan untuk menempatkan kedudukan Israel sebagai Negara berdaulat pembangkang hukum internasional. Tindakan agresi militer Israel ke Gaza sebagai kejahatan perang. Antonio Cassese memaknai sebagai kejahatan berat terhadap hukum kebiasaan (War crimes are serious violations of customary or treaty rules) khususnya terkait dengan pelanggaran dalam hukum perang, Geneva Convention 1949, dilengkapi dengan protocol tambahan 1977.
Fakta tersebut di atas menujukan bahwa pertama, perbuatan peperangan tersebut merupakan bentuk dari kejahatan karena telah memenuhi syarat adanya pelanggaran berat yang telah diatur oleh peraturan hukum internasional. Tempat-tempat yang seharusnya bukan menjadi sasaran bagi militer malah menjadi terlibat dari serangan militer. Sehingga nilai-nilai kemanusiaan yang mestinya dilindungi justru telah menjadi korban peperangan.
Kedua, tindakan militer Israel dikualifikasikan sebagai pelanggaran dalam hukum perang internasional yang membebankan adanya suatu pertanggung jawaban hukum secara individual. Mengingat kebijakan penyerangan atas keputusan politik Perdana Menteri, Menteri Pertahanan yang didukung oleh sebagian besar anggota parlemen, maka terdapat hak bagi masyarakat internasional untuk memidanakannya secara internasional atas perencana, pembuat kebijakan dan pelaku di lapangan. Dalam ILC (International Law Commission) 1996, dirumuskan rancangan konvensi bahwa, petanggungjawaban dapat dibebankan pada seseorang yang menjadi pemimpin, atau pengorganisir yang secara aktif terlibat di dalamnya memerintahakan untuk membuat perencanaan, persiapan, permulaan untuk melakukan agresi peperangan yang dilakukan oleh Negara harus bertanggungjawab atas tidakan agresi.
Ketiga, tindakan yang dilakukan oleh militer Israel ke Palestina merupakan kejahatan yang melibatkan masyarakat sipil yang mana alasan untuk membela diri menjadi tidak relevan. Di satu pihak, tindakan militer Israel telah melanggar tiga prinsip funademental dalam hukum humaniter yaitu, melakukan tindakan balasan tidak proporsional atau tidak pantas dan melebihi apa yang seharusnya (necessity). Pihak yang bukan anggota militer atau combattan telah dijadikan sandra atau subyek dalam peperangan untuk mencari musuh musuh sebenarnya. Sehingga pemukiman-pemukiman dan warga warga sipil tidak luput dari serangan dn investigasi kekuatan militer.
Keempat, kejahatan kemansiaan dan agresi militer Israel semakin nyata ketika mereka menggunakan serangan laut udara dan darat dengan menggunakan alat-alat senjata bom-bom yang sangat berbahaya.
Kelima, Israel sebagai pelaku kejahatan juga karena tidak tunduk pada kewajiban hukum internasional. Sehingga perbuatan agresi militer terhadap Gaza tersebut telah mengabaikan tegaknya perdamaian dan nilai HAM Universal. Dengan kata lain Israel telah melalikan kewajiban yang dibebankan pasal 1 ayat (2) yaitu tidak melaksanakan hubungan persahabatan berdaasarkan prinsip kesederjatan, dan beruaya untuk menegakan terselenggaranya perdamaian universal. Selain itu, tindakan militer Israel dengan jelas telah melaikan ketentuan pasal 2 ayat (4) yaitu Israel tidak berupaya untuk mengendalikan dirinya dalam hubungan internasional untuk tidak mengancam dan menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah negara berdaulat lainnya atau negera yang seara politis telah merdeka.
Tindakan yang tidak berkesesuaian dengan tujuan didirikannya Paiagam PBB 1945 dan Deklarasi HAM 1948. Penyiksaan dilakukan militer terhadap warga Negara Palestina, penyiksaan dan berbagai prosedur. Penyerangan secara sistematis dan massif di wilayah-wilayah pemukiman, termasuk terbunuhnya wartawan dan beberapa orang yang non combatan menujukan bahwa tindakan militer Israel tidak mempertimbangkan pri-kemanusiaan.[9]


D.    KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas maka telah jelas bahwa Israel melanggar ham yang telah ada di dunia ini. Bentuk-bentuk kejahatan ham yang dilakukan oleh Israel adalah sebagai berikut :
1.      Penyerangan yang dilakukan oleh militer Israel adalah kejahatan yang besar, karena penyerangannya kepada masyarakat sipil yang mempunyai hak untuk dapat perlindungan.
2.      Kejahatan yang dilakukan Israel hanya berbentuk individual, bukan dari suruh atasan negara.
3.      Tindakan balasan yang dilakukan israel terlalu berlebihan.
4.      Penyerangan yang dilakukan Israel, baik itu lewat darat, laut dan udara menggunakan senjata yang sangat berbahaya.
5.      Israel tidak tunduk dengan hukum internasional.
E.     DAFTAR PUSTAKA

Prayitno, 2010,  Pendidikan Kebangsaan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (KADEHAM), Jakarta, Universitas Trisakti.
Thontowi, Jawahir, 2009,  Israel Versus Hamaz Di Gaza: Peran Umat Islam Dalam Mencari Solusi Damai Perspektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta.

Pratiwi, Lidya, 2014, Sejarah dan latar belakang konflik Israel-Palestina dari 2000SM- sampai sekarang.

William Nagel, Gerard, 2011, Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina ditinjau dari Hukum Internasional, Medan, Universitas Sumatera Utara.



[1] Prayitno,  Pendidikan Kebangsaan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (KADEHAM), (Jakarta, Universitas Trisakti, 2010) hlm 123-124.
[2] Gerard William Nagel, Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina ditinjau dari Hukum Internasional, (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2011).
[3] Ibid.
[4] Lihat di http://www.aspacpalestine.com/ diakses pada tanggal 5 januari 2016.

[5] Lidya Pratiwi, Sejarah dan latar belakang konflik Israel-Palestina dari 2000SM- sampai sekarang, 2014.


[6] Istilah kovenan (Covenant) juga mengandung arti yang sama dengan piagam, jadi digunakan sebagai konstitusi suatu organisasi internasional. Sebuah organisasi internasional yang konstitusinya memakai istilah covenant dalah Liga Bangsa-Bangsa (Covenant of the League of Nations). Di samping itu suatu perjanjian yang bukan merupakan konstitusi organisasi internasional ada juga yang memakai istilah covenant seperti Kovenan Intenasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, tanggal 16 Desember 1966 (Internasonal Covenant on Civil and Political Rights of December 16. 1966) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 16 Desember 1966 (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights, December 16, 1966).
[7] Konvensi Menentang Penyiksaan atau yang dalam bahasa resminya adalah Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment adalah sebuah instrumen hukum internasional yang bertujuan untuk mencegah penyiksaan terjadi di seluruh dunia.

[9] Jawahir Thontowi,  Israel Versus Hamaz Di Gaza: Peran Umat Islam Dalam Mencari Solusi Damai Perspektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, 2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar