Kamis, 16 April 2015

teori rational choice dalam pemilu 2009

A.    Pendahuluan
Didalam suatu negara yang menganggap sebagai negara demokratis, tidak akan lengkap tanpa adanya pemilihan umum atau sering disebut dengan pemilu. Ada beberapa macam definisi mengenai pemilu, diantaranya:
1.      Menurut Nohlen, pemilu adalah satu-satunya metode demokratik untuk memilih wakil rakyat.
2.      Menurut R. William Liddle, pemilu dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat dan praktek pemerintahan oleh sejumlah elite politik. Setiap warga negara yang telah dianggap dewasa dan memenuhi persyaratan menurut undang-undang, dapat memilih wakil-wakil mereka di parlemen, termasuk para pimpinan pemerintahan.
3.      Bagi Aurel Croissant DKK, pemilu adalah kondisi diperlukan bagi demokrasi. Akan tetapi, pemilu saja tidak menjamin demokrasi, karena demokrasi memerlukan lebih dari sekedar pemilu. Namun, demokrasi perwakilan sangat tergantung kepada pemilu.[1]
Dari proses pelaksanaan pemilihan umum legislatif maupun pemilihan presiden, masyarakat melihat para politikus, baik itu calon anggota dan anggota legilatif, pemimpin partai politik maupun calon presiden, ternyata dari segala itu yang paling dikedepankan adalah kepentingan pribadi, partai, ataupun golongan ketimbang kepentingan masyarakat umum yang lebih luas.
Menuju kepada pemilihan presiden pada tahun 2009 yang diselenggarakan untuk memilih presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2009-2014.  Yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.[2]
Dari sinilah suatu permasalah timbul bahwa pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden sebelumnya telah banyak kritikan dan hujatan untuk turun dari bangku kepresidenan. Akan tetapi kenapa masih dipercaya masyarakat untuk menjadi presiden?. Dari sini juga menimbulkan suatu penelitian yang menarik untuk dikaji menurut pendekatan dengan teori rational choice.

B.     Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang ada dilatar belakang maka bisa diambil suatu pertanyaan yang hendak diteliti antara lain :
1.      Kenapa masyarakat Indonesia masih mempercayai kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono untuk terpilih menjadi presiden ke-2 kalinya?

C.    Teori Rational Choice
Segala penjelasan yang menonjol kepada kepentingan pribadi, kelompok atau dalam hal ini adalah partai dalam dunia politik lahir pertama kalinya dari seorang ilmuwan ekonomi yaitu James Buchanan. Ia memasukkan segala unsur-unsur ekonomis dalam perilaku para politikus yang kemudian dikenal dengan sebutan “Teori Pilihan Rasional” (Rational Choice Theory).[3] Beliau mengatakan bahwa sebuah pilihan yang rasional jika seseorang terjun kedunia politik terutama memperjuangkan kepentingan pribadinya. Perjuangan kepentingan pribadi para politikus tersebut dapat mengakibatkan pertentangan dengan kepentingan masyarakat atau mereka yang diwakilinya, akan tetapi dapat juga berbuah suatu hal-hal yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.
Intisari dari teori pilihan rasional (rational choice theory) adalah bahwa ketika dihadapkan pada beberapa jenis tindakan, orang biasanya melakukan apa yang mereka yakini berkemungkinan mempunyai hasil yang terbaik. Pilihan rasional muncul sebagai bagian revolusi behavioral dalam ilmu politik di Amerika tahun 1950-an dan 1960-an dengan cara meneliti bagaimana individu berperilaku dengan menggunakan metode empiris. Teori ini telah menjadi pendekatan dominan terhadap ilmu politik. Pilihan rasional bersumber dari metodologi ilmu politik, berkebalikan dengan para behaviouralis yang bersumber dari sosiologi atau psikologi. [4]
Anthony Downs adalah pelopor dalam penerapan teori rasional bagi perilaku pemilihan umum dan persaingan partai, dan karyanya merevolusi studi pemilihan umum. Menurut Anthony Downs bahwa sang pemilih rasional hanya menuruti kepentingannya sendiri atau apabila tidak, akan senantiasa mendahulukan kepentingan sendiri (self interest) diatas kepentingan orang lain atau biasa disebut dengan self-interest axiom[5]. Walaupun menurut Downs, tidak semua orang merupakan orang yang egois. Manusia bertindak egois, terutama dikarenakan keinginan untuk mengoptimalkan kesejahteraan material mereka, yakni pemasukan atau harga benda mereka. Apabila dikaitkan dengan dengan pemilihan umum kepada perilaku pemilih, maka ini berarti pemilih yang rasional akan memilih partai yang dapat menjanjikan keuntungan bagi dirinya. Pemilih tidak tertarik kepada konsep politis sebuah partai saja, melainkan kepada keuntungan terbesar yang dapat ia peroleh apabila partai tersebut dapat menduduki pemerintahan dibandingkan dengan partai lainnya[6].
Dalam teori pilihan rasional juga senada dengan perilaku politik yaitu seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu setelah mempertimbangkan untuk ruginya sejauh mana program-program yang disodorkan oleh kandidat tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para pemilih cenderung akan memilih kandidar yang kerugiannya paling minim. Dalam konteks teori ini sikap dan pilihan politik, tokoh-tokoh populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para pemilih untuk menilai seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.[7]


D.    Pembahasan
1.    Biografi dari Tiap Kandidat Capres dan Cawapres
a)      Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono
Jendral TNI (Purn) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono GCB AC lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 9 september 1949 adalah presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004. Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan kecerdasan intelektual.[8]
Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec lahir di Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943. Pendidikan tingginya di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Setalah itu gelar Bachelor of Economics (Hons) diraihnya dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian mendapat gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Pada tahun 1979, ia mendaoat gelar S3 (Ph.D) dalam bidang ekonomi dari Wharton school, Universitas Pennsylvania. Beliau juga pernah menjabat menjadi menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 1998, Menteri Keuangan pada tahun 2001.[9]
b)      Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto
Hj. Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Ia merupakan Presiden wanita Indonesia pertama yang menjabat pada tanggal 23 juli 2001. Beliau pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain itu juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (juga tidak sampai lulus).[10]
Letnan Jendral TNI (Purn) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di Jakarta, 17 Oktober 1951. Beliau adalah seorang pengusaha, politisi, dan mantan perwira TNI Angkatan Darat. Ia menempuh pendidikan dan jenjang karir militer selama 28 tahun sebelum berkecimpung dalam bisnis dan politik. Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1970 dengan mendaftar di Akademi Militer Magelang. Ia lulus pada tahun 1974 yaitu satu tahun setelah Susilo Bambang Yudhoyono.[11]
c)      Muhammad Jusuf Kalla dan Wiranto
Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla atau sering dipanggil JK lahir di Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Mei 1942. JK pernah menjadi Wakil Presiden pada Tahun 2004 yang bedampingan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. JK menjabat Menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Presiden RI yang ke-4) tetapi diberhentikan dengan tuduhan terlibat KKN. Jusuf Kalla kembali diangkat sebagai Menteri Koordintor Kesejahteraan Rakyat di bawah pemerintahan Megawati akan tetapi mengundurkan diri dikarenakan maju sebagai calon wakil presiden.[12]
Jendral TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH lahir di Yogyakarta 4 April 1947. Beliau adalah politikus Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Wiranto menjabat Panglima TNI periode 1998-1999. Wiranto pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden karir militer Wiranto semakin menanjak ketika ditunjuk sebagai kepala Staf Kodam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KASAD.[13]
2.    Pemilihan Presiden 2009
pada hari Sabtu, 25 Juli 2009, KPU menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2009 yang telah diselenggarakan pada 22-23 Juli 2009. Hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan tersebut adalah sebagai berikut: pasangan Megawati-Prabowo jumlah suara 32.548.105 presentase suara 26,79%, pasangan SBY-Boediono jumlah suara 73.874.562 presentase suara 60,80%, dan pasangan JK-Wiranto jumlah suara 15.081.814 presentase suara 12,41%.[14]


3.    Analisis
Dari hasil pemilihan Presiden 2009 bahwa pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono memiliki presentase suara yang cukup jauh dibandingkan dengan rivalnya. Dari sini sudah memberikan suatu masukkan bahwa masyarkat Indonesia lebih mempercayai Susilo Bambang Yudhoyono ketimbang 2 rivalnya tersebut. Apabila kalau dilihat dari pendekatan teori pilihan rasional. Bahwa pemilih yang memilih SBY-Boediono lebih memberikan kerugian yang lebih sedikit dibandingkan dengan rivalnya.Apabila melihat dari sejarah kepribadian setiap calon maka bisa diambil suatu penjelasan kenapa masyarakat masih mempercayai SBY sebagai Presiden Indonesia.
Terdapat perbandingan dalam pemilih yang memilih SBY-Boediono ketimbang memilih rivalnya:
1.      Sejarah era Presiden Megawati terdapat jejak hitam yang masih melekat yaitu:
a)      Menjual Telkomsel dan Indosat kepada TAMASEK Singapura. Megawati pernah menjawab dikarenakan saat itu krisis padahal pada tahun 1998-1999 krisis itu sudah terlewati. Telkomsel dan Indosat di jual pada tahun 2001an.
b)      Menjual gas alam ke China. Padahal Indonesia adalah penghasil gas terbesar di dunia.
c)      Pencipta Sistem Outsource. Inilah adanya calo dari pihak ketiga yang membuat buruh sedikit pendapatnya.
d)     Melindungi koruptor. Seperti yang disebutkan Abraham Samad bahwa sejarah dulu pemerintahan era Megawati banyak koruptor yang lepas dari tangan KPK.
e)      Menjual Aset-aset strategis negara. Banyak aset yang dijual pada era Megawati seperti kapal tanker pertamina, bank BCA yang dijual saham nya sebesar 5 triliun untuk 51% saham BCA, Bank International Indonesia, Bank Danamon dan lain sebagainya.[15]
2.      Pemerintahan Presiden SBY pada era 2004 sejumlah kegagalan dan kekurangan yang masih terjadi adalah kepastian hukum belum sepenuhnya terwujud, masih maraknya korupsi, birokrasi yang dianggap belum mencerminkan good governance, kerusakan lingkungan hidup, infrastruktur yang masih kurang memadai, serta biaya politik yang masih tinggi, terutama dalam pilkada.
3.      Masyarakat masih menganggap Jusuf Kalla sebagai korupsi selagi menjadi Menteri di era Gus Dur. Seperti yang telah diterangkan diatas. Dari sini mungkin cukup sulit untuk mendapatkan suara lebih dari lapisan masyarakat.
Terdapat adanya koalisi untuk memperkuat perolehan suara seperti Partai Demokrat yang mengusungkan SBY dan Boediono merangkul 4 partai yang lolos treshold yaitu PKS, PAN, PPP, PKB dan ditambah 19 partai lain yang tidak lolos parlementary treshold seperti PBB, PDS, PKPP, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai republikaN, Partai Patriot, PNBKI, PMB, Partai Pemuda Indonesia, Partai Pelopor, Partai Kasih Demokrasi Indonesisa, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Perjuangan Indonesia Baru, dan Partai Demokrasi Indonesia.
Sedangkan dari kubu lain Partai Golkar berkoalisi dengan partai Hanura untuk mengusungkan Jusuf Kalla dan Wiranto.
Dari kubu PDI-P berkoalisi dengan partai Gerindra mengusung pasangan Megawati dan Prabowo (Mega Pro) dan mendapatkan dukungan juga dari 7 parpol yang tidak lolos parleimentary treshold yaitu PNI Marheinisme, Partai Buruh, Partai Karya Perjuangan, Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, Partai Serikat Indonesia, dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia.[16]
Dari partai yang berkoalisi untuk calonnya memikirkan bahwa mencari kemenangan besar atau mendapatkan kerugian yang kecil. Dari sepak terjang semua kandidat calon Presiden, setiap partai telah memikirkan hasil yang akan diperoleh dan dampak yang akan timbul. Dari penelitian ini bahwa lebih banyak partai yang berkoalisi dengan kubu SBY-Boediono dibandingkan berkoalisi dengan kubu Mega-Prabowo maupun JK-Wiranto.

E.     Kesimpulan
Dari segala pemaparan diatas bahwa setiap partai mempunyai kepentingan berdasarkan rasional dengan memikirkan tentang keuntungan dan kerugian yang akan didapatkan. Pihak SBY-Boediono menang dalam Pilpres 2009 berdasarkan teori pilihan rasional sangat masuk akal apabila ditinjau dari sejarah dan sepak terjang dari semua kandidat yang mengusulkan diri untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.



[1] Toni Andrianus DKK, Mengenal Teori-Teori Politik, (Bandung, Nuansa, 2006), cet I,  hlm 298-299.
[4] Sufyan, M.Si, Teori dan Metode dalam Ilmu Politik, (Bandung, Nusa Media, 2011) terj dari buku Marsh dan Gerry Soker. Hlm 76.
[5] Self- ineterest axiom adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk memaksimalkan keuntungan materi mereka sendiri dalam interaksi dan mengharapkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dapat dilihat di http://en.wikibooks.org/wiki/Bestiary_of_Behavioral_Economics/Self-Interest.
[6] Ibid 76-77.
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Susilo_Bambang_Yudhoyono diakses pada tanggal 11 april 2015.
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Boediono diakses pada tanggal 11 april 2015.
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Megawati_Soekarnoputri diakses pada tanggal 11 april 2015.
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Prabowo_Subianto diakses pada tanggal 11 april 2015.
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Jusuf_Kalla diakses pada tanggal 11 april 2015.
[13] http://id.wikipedia.org/wiki/Wiranto diakses pada tanggal 11 april 2015.