Jumat, 21 November 2014

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN HADITS

A.      Pendahuluan
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan persoalan yang masih banyak perdebatan sampai saat ini. Sebagian besar masyarakat memandang bahwa seorang perempuan yang menjadi pemimpin tidak layak karena mendahului kaum laki-laki, dan dilain pihak juga banyak yang juga menentang karena permasalahan jender. Masyarakat juga banyak yang mendengar wacana yang terdapat dalam Al-Qur’an bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan. Sudah banyak penjelasan tentang kepemimpinan perempuan dalam artikel dan buku-buku. Penulis pernah mendengar juga dari hadits bahwa suatu kaum akan hancur apabila pemimpinnya berasal dari kaum perempuan.
Apabila kita melihat dari kata Plato bahwa tidak ada namanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, dari segi kemanusiaan. Karena apabila kaum perempuan hanya diibaratkan sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengurus suami dan mendidik anak saja maka, kaum perempuan selau akan tertindas.[1] Dalam realitas dikehidupan masyarakat bahwa perempuan yang bergerak dalam politik masih kurang. Karena banyak yang beanggapan bahwa seorang perempuan hanya mempunyai wewenang untuk menjadi seorang istri dan mendidik anak-anaknya dirumah. Badaya patriarkhi yang mendominasi dalam kehidupan ini. Budaya tersebut yang menganggap seorang perempuan sangat lemah,  tidak bermanfaat dan doktrin ini yang membelenggu sampai saat ini.
Persoalan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting dan strategis, karena sangat menentukan sebuah keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dari pada itu masalah ini cukup menarik untuk dikaji lagi menurut perpektif Al-qur’an dan hadits. Agar makalah ini dapat memberi pengetahuan dan menjadi sebuah ilmu agar tidak hanya mengetahui beradasarkan omongan, wacana, dan potongan ayat yang tidak dimengerti tafsirannya.

B.       PEMBAHASAN
Dalam sebuah buku terdapat ungkapan “antara ada dan tiada” yang mengambarkan eksistensi perempuan sebelum datangnya Islam. Berabad-abad lamanya, identitasnya tidak diakui sungguh-sungguh. Kehadiran perempuan hanya digambarkan sebagai sebatas pelengkap kaum laki-laki saja. Akhirnya pada muncul nya Islam dari pada itu perlahan-lahan hilanglah segala praktik diskriminasi dalam kehidupan umat manusia. Islam datang membawa pesan melalui Rasulullah untuk menegakkan keadilan dalam bentuk yang paling konkrit. Semua watak diskriminatif yang berkembang subur dalam masyarakat jahiliyah pada masa itu senantiasa bertahap dihapuskan.
Salah satu upaya fundamental dari Islam adalah keputusannya untuk menyangkal pandangan diskriminatif terhadap manusia berdasarkan jenis kelamin, dimana kaum perempuan sepanjang sejarah kemanusian dipandang tidak berharga dibanding laki-laki. Islam telah menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan dalam martabatnya sebagai manusia, baik pada tingkat etika religius maupun tingkat fungsi sosial.[2] Akan tetapi masyarakat Islam klasik belum bisa menerima kesetaraan jender dalam arti yang sebenarnya, seperti kurang memberdayakan wanita dalam aktivitas sosial apalagi kancah politik. Umumnya semua ulama klasik tidak mengizinkan seorang perempuan untuk diangkat sebagai pemimpin pada semua aspek, hanya ulama Abu Hanifah yang membolehkan wanita untuk menjadi hakim dalam menangani perkara-perkara perdata dan perkara lain yang menyangkut harta.[3]
Ajaran Islam secara tegas menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan variabel yang tidak boleh diabaikan dalam pembangunan keluarga, kelompok, masyarakat, bangsa, dan negara. Al-Qur’an telah banyak memberikan gambaran tentang adanya hubungan positif antara pemimpin yang baik dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Seperti kisah nabi Yusuf yang tercantum dalam Al-Qur’an :
tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáŠÏÿym ÒOŠÎ=tæ ÇÎÎÈ  
Artinya:  berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".[4]
Dibawah kepemimpinan beliau, Mesir mampu mempertahankan tingkat kemakmurannya meskipun kondisi perekonomian saat itu berada pada posisi yang tidak menguntungkan akibat paceklik yang sangat dahsyat, sehingga ketersediaan barang kebutuhan pokok menjadi terganggu. Dan lebih dahsyatnya lagi pada zaman Rasulullah SAW yang mampu menciptakan revolusi peradaban hanya dalam waktu 23 tahun. Rasulullah adalah tipikal pemimpin yang luar biasa.[5] Dari contoh diatas menunjukkan bahwa persoalan kepemimpinan bukan merpakan persoalan kecil dalam kehidupan. Persoalan kepemimpinan adalah persoalan yang serius yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Karena itu ajaran Islam telah mengingatkan umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pemimpin, karena salah memilih pemimpin dan salah dalam meletakkannya, berarti sama dengan turut berkontribusi dalam menciptakan kesengsaraan masyarakat.
Dari sudut tanggung jawab inilah kita melihat kepemimpinan perempuan dan bukannya semata-mata dari sudut persamaan hak. Kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab dan bukannya hak. Kepemimpinan adalah untuk kemaslahatan pribadi, keluaraga, kelompok, masyarakat dan bangsa. Dalam meninjau tentang kepemimpinan perempuan dilihat juga dari segala segi.

a)      Kepemimpinan Perempuan dalam Keluarga
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda :
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَاْلأَمِيْرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَهِيَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْهُ وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ .(رواه مسلم عن ابن عمر).[6]
Artinya: ingatlah, bahwa setiap diri kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian. Seorang amir (kepala negara) adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya, ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga dan anak-anaknya, dan  ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang budak (hamba sahaya) adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Maka ingatlah, bahwa setiap dari diri kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian pimpin (H.R Muslim dari Ibnu Umar).
Dari keterangan hadits diatas maka sesungguhnya seorang perempuan adalah pemimpin dalam keluarganya bersama-sama dengan suami. Kepemimpinan disini bersifat kolektif, yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Sesungguhnya Allah menggambarkan bahwa seorang suami dengan istri ibarat pakaian yang saling menutupi dan melengkapi, sebagimana firman Allah:
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uŠÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. šcqçR$tFøƒrB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçŽÅ³»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tFŸ2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$# 4 Ÿwur  ÆèdrçŽÅ³»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ムª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 šcqà)­Gtƒ ÇÊÑÐÈ  
Artinya: Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.[7]
Beginilah hubungan suami istri yang diibaratkan seperti pakaian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, yang tidak bisa lepas dengannya, yang merupakan kebutuhan, kapan dan dimana pun. Masing-masing menjalankan kewajibannya dan bukan menuntut hak. Kepemimpinan perempuan (istri) dalam keluarga diarahkan penguatan keluarga sebagai suatu institusi pendidikan yang melahirkan generasi yang kuat. Karena itu dapat disimpulkan bahwa tugas dan peran perempuan sebagai pemimpin dalam keluarga adalah melahirkan dan membangun anak keturunan yang shaleh dan salehah.
Dalam kehidupan rumah tangga secara umum lelaki memiliki keistimewaan dalam kestabilan emosi, berbeda dengan perempuan yang setiap bulan mengalami menstruasi yang sedikit banyak memengaruhi tingkat kestabilan emosi, disamping fisik lelaki yang kuat dan dia pula yang berkewajiban menyiapkan biaya kehidupan rumah tangga, karena itu semua laki-laki pada prinsipnya yang memimpin rumah tangga, yakni memimpinnya dengan musyawarah dengan istri.[8]

b)     Kepemimpinan Perempuan dalam Ibadah
Dalam kepemimpinan perempuan dalam ibadah khususnya shalat. Apabila jamaah nya terdapat laki-laki dan perempuan, maka yang harus menjadi imam adalah seorang laki-laki. Akan tetapi apabila jamaahnya hanya dari kalangan perempuan saja, maka imam nya diperbolehkan dari perempuan. Sebaiknya yang menjadi imam adalah laki-laki, karena sesungguhnya laki-laki diciptakan sebagai imam untuk diikuti. Rasulullah SAW besabda :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوا اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجَمَعُوْنَ. (رواه مسلم عن ابن هريرة).
Artinya: sesungguhnya (seseorang)dijadikan sebagai imam (shalat) adalah untuk diikuti. Jika dia takbir, maka bertakbirlah kalian, jika ia (imam) rukuk, maka rukuklah kalian, jika imam mengucapkan (lafadz) sammi’allahu liman hamidah, maka jawablah oleh kalian “rabbana walakal hamdu”. Jika imam shalat (dalam keadaan) berdiri, maka shalatlah kalian berdiri, dan jika imam shalat (dalam keadaan) duduk maka duduklah kalian secara berjamaah. (H.R Muslim dari Abu Hurairah).[9]
Kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa sesungguhnya perempuan boleh memimpin sebagai imam shalat asalkan jamaahnya dari kaum perempuan. Apabila jamaahnya dari kaum laki-laki dan perempuan, maka perempuan tidak boleh menjadi imam dan harus laki-laki yang menjadi imamnya.


c)      Kepemimpinan Perempuan dalam Masyarakat
Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 71 yang berbunyi :
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ  
Artinya: dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini menyatakan bahwa dalam tugas sosial kemasyarakatan kaum perempuan dan kaum laki-laki harus saling membantu, saling melengkapi dan saling tolong menolong. Tolong menolong dalam membangun masyarakat yang sejahtera atas dasar ajaran islam. Karena itu kaum perempuan diperbolehkan menjadi pemimpin didalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang berguna bagi pembangunan masyarakat. Seperti menjadi kepala sekolah karena dengan kepemimpinannya yang lembut dan berwibawa, diharapkan akan menjadikan peserta didik yang lebih tenang.[10]
Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum perempuan, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan meduduki jabatan tertinggi. Yang menjadi persoalan hanyalah kemampuan dan tanggung jawabnya. Adapun hadits yang menjelaskan tentang “tidak beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan” ini masih bersifat umum. Bahwasanya hadits ini asal mulanya ditujukan kepada masyarakat Persia ketika zaman itu, bukan terhadap seluruh masyarakat dan dalam semua urusan.[11]
Akan tetapi yang perlu diperhatikan ketika kaum perempuan menjadi pemimpin dalam kegiatan-kegiatan sosial adalah kodrat nya sebagai ibu rumah tangga karena tidak boleh meninggalkan kewajiban utama nya sebagai ibu rumah tangga yang menciptakan dan mendidik generasi yang baik.

d)     Kepemimpinan Perempuan dalam Negara
Allah SWT berfirman dalam surat an-Naml ayat 23-24 yang berbunyi :
ÎoTÎ) Ny`ur Zor&tøB$# öNßgà6Î=ôJs? ôMuŠÏ?ré&ur `ÏB Èe@à2 &äóÓx« $olm;ur î¸ötã ÒOŠÏàtã ÇËÌÈ   $yg?y`ur $ygtBöqs%ur tbrßàfó¡o ħôJ¤±=Ï9 `ÏB Èbrߊ «!$# z`­ƒyur ãNßgs9 ß`»sÜø¤±9$# öNßgn=»yJôãr& öNèd£|Ásù Ç`tã È@Î6¡¡9$# ôMßgsù Ÿw tbrßtGôgtƒ ÇËÍÈ  
Artinya: Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku (burung hud) mendapati Dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan (buruk) mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk,
Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an memuji kepemimpinan Ratu Bilqis dan kebijaksaannya. Pada prinsip siapa yang mampu maka dialah yang wajar untuk memimpin. Walaupun pada dasarnya kepemimpinan Ratu Bilqis tidak baik karena segala perbuatan nya yang baik ditutupi oleh keimanannya yang menyembah matahari.[12] Pada ayat ini pula, dijelaskan kegagalan Ratu Bilqis dalam masalah ketauhidan. Ratu Bilqis dan kaumnya tidak beriman kepada Allah SWT, bahkan mereka menyembah matahari.
Dalam membangun masyarakat yang baik juga harus berlandaskan dengan keimanan yang kuat. Karena apabila tidak berlandaskan dengan keimanan dan ketauhidan yang kuat maka akan berdampak kepada pembangunan suatu negara itu sendiri. Di hadits Rasulullah SAW bersabda :
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْ أَمْرَهُمْ امْرَأَةً. (رواه الترمذي عن أبي بكرة)
Artinya: Tidak akan pernah beruntung (sukses) suatu kaum (bangsa), yang menyerahkan segala urusannya (dipimpin) pada perempuan. (H.R at-Tirmidzi dari Abu Bakar).
Meskipun banyak perbedaan penafsiran terhadap hadits ini, akan tetapi apabila dipikir dengan logika bahwa suatu kepemimpinan dalam suatu negara tidak sepantasnya perempuan, karena dari tugas dan tanggung jawabnya sangat besar. Seorang kepala negara harus bisa memantau rakyatnya, dan memeriksa kondisi rakyatnya. Bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah bisa tidur nyenyak apabila belum memastikan masyarakatnya tidur dengan nyenyak. Bahkan hal tersebut beliau lakukan sampai ajalnya datang. Karena itu Rasulullah SAW mengingatkan bahwa pemimpin yang baik dan adil akan menjadi salah satu dari tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dan perlindungan Allah SWT dihari kiamat nanti.
Pemimpin kepala negara juga haruslah orang yang memiliki pengetahuan yang luas dan kesehatan jasmani yang prima, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti yang telah tertulis di Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 247 yang berbunyi :
tA$s%ur óOßgs9 óOßgŠÎ;tR ¨bÎ) ©!$# ôs% y]yèt/ öNà6s9 šVqä9$sÛ %Z3Î=tB 4 (#þqä9$s% 4¯Tr& ãbqä3tƒ ã&s! ہù=ßJø9$# $uZøŠn=tã ß`øtwUur ,ymr& Å7ù=ßJø9$$Î/ çm÷ZÏB öNs9ur |N÷sムZpyèy šÆÏiB ÉA$yJø9$# 4 tA$s% ¨bÎ) ©!$# çm8xÿsÜô¹$# öNà6øn=tæ ¼çnyŠ#yur ZpsÜó¡o0 Îû ÉOù=Ïèø9$# ÉOó¡Éfø9$#ur ( ª!$#ur ÎA÷sム¼çmx6ù=ãB ÆtB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇËÍÐÈ  
Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.


C.      KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa sesungguhnya akan lebih baik dan memberi kemaslahatan bagi setiap orang apabila suatu kepemimpinan dipimpin oleh laki-laki yang adil, jujur, tegas, berwibawa, berpihak kepada kepentingan masyarakat, memiliki pengetahuan yang luas agar dapat menjadi pemimpin yang baik.



[1] Nasiawan, Teori-Teori Politik, cet. I (Yogyakarta: Uny Press, 2007)  hlm 22.
[2] Amirullah Syarbini, Islam Agama Ramah Perempuan, (Jakarta: Prima Pustaka, 2012), hlm 13-15.
[4] Q.S Yusuf ayat 55.
[5] Muchlis M. Hanafi, Kedudukan dan Peran Perempuan (Jakarta : Direktorat Urusan Agama dan Pembinaan Islam Kementerian Agama RI, 2012), hlm 48-49.
[6] Ibid hlm 54.
[7] Ibid hlm 55.
[8] M.Quraish Shihab, 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm 197-198.
[9] Muchlis M. Hanafi, Kedudukan dan Peran Perempuan (Jakarta : Direktorat Urusan Agama dan Pembinaan Islam Kementerian Agama RI, 2012), hlm 63-65.
[10] Ibid hlm 68-69.
[11] Amirullah Syarbini, Islam Agama Ramah Perempuan, (Jakarta: Prima Pustaka, 2012), hlm 36-37.
[12] M.Quraish Shihab, 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), hlm 198.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar